(continue #1) ... Apabila akan
makan malam, ada fasilitas delivery to cottage. Namun, karena kami penasaran
dengan restonya, maka kami pun berduyun-duyun makan disana. Menu yang
ditawarkan terbilang biasa saja. Rasanya pun apalagi, sangat jauh dari kata ‘recommended’.
Tapi, harganya, jangan ditanya deh, mahal sekali. Bayangkan saja, untuk satu
porsi udang dan cumi goreng tepung, dibanderol dengan harga 58 ribuan. Satu
porsi berisi 10 potong kecil udang / cumi dengan tepung bumbu instan sebagai
tepungnya. Yaelah, plis deh. Ga sesuai banget antara harga, penampilan, dan
rasanya. Kemudian untuk minumnya, kami pesan lemon tea panas dan yang tersaji
adalah secangkir kecil teh hitam merk lokal plus potongan jeruk nipis
disampingnya. Harganya 18 ribu rupiah per cangkirnya. Benar-benar membuat kami
sebagai pengunjung kapok untuk balik lagi. Apalagi merekomendasikan. Hehe. Satu
hal yang belum saya nilai adalah keindahan pantainya. Tunggulah hingga esok
tiba, baru saya dapat menyimpulkan.
Fajar
menyingsing, pagi pun telah datang. Setelah menunaikan shalat Subuh, kami
bergegas ke pantai, memburu panorama dan keindahan sunrise yang muncul
malu-malu. Cuaca pagi memang agak mendung, hawa pun dingin menggigit. Bila
tidak dipaksakan bergerak keluar, bisa-bisa cuma numpang tidur saja di dalam
cottage. Kalau pasangan baru yang sedang berbulan madu sih masih dapat
dimaklumi, lah kalau murni mau liburan ke pantai, masa disamakan? Hehe. Kami
adalah orang pertama yang menyambangi pantai ini. Saat kami menginjakkan kaki
masuk ke dalam dinginnya pasir, tiba-tiba angin laut berhembus keras. Mungkin
Dewa Neptunus dan penunggu pantai selatan sedang menyambut kedatangan
pengunjung baru. Rencananya sih, saya ingin mengabadikan sunrise, tapi cuaca
berkata lain. Sunrise pagi ini tak tampak, namun panorama pantai dengan karang
berserakan, ombak yang berkejaran, dan pasir yang masih putih bersih
menghapuskan segala kekecewaan. Pantai ini terlihat masih perawan. Tak banyak
orang yang bermain-main disini. Alasan klasiknya karena biaya yang relatif
mahal untuk menginap disini. Namun, untuk pantai seindah dan seprivat ini, saya
rela membayar lebih, asalkan kepuasan hati terlunasi dengan hasil jepretan nan
memukau serta mencicipi isi pantai yang masih perawan. Rasanya jadi ingin punya
pantai pribadi. Hehe. Setelah puas main di pantai, kami rehat sejenak untuk
sarapan ala hotel sebagai complementary penyewaan cottage. Menu sarapan yang
disajikan tak mengecewakan, ya sebandinglah dengan harga cottagenya. Setelah
itu, kami beranjak ke acara berikutnya, yaitu mencoba water sport. Untuk
mencapai arena water sport, kami harus berjalan kaki kira-kira 1 km. Disana
ditawarkan banyak varian dengan harga beragam seperti jet sky, banana boat, glass
bottom boat, snorkeling, hingga diving.
Pertama saya mencoba glass bottom boat yaitu boat yang dilengkapi dengan kaca
ditengahnya sehingga pengunjung dapat dengan jelas melihat keindahan bawah laut
dengan kedalaman 5-10 meter tanpa perlu snorkeling atau diving. Tarif yang
dipatok adalah 75 ribu perorang. Konon, menurut petugasnya, keindahan laut di
pantai Tanjung Lesung ini lebih eksotis dibandingkan pantai lain seperti Carita
atau Anyer. Hal ini disinyalir karena laut disini masih terjaga kebersihannya.
Nelayan yang mengambil ikan pun dibatasi aksesnya. Memang benar sih. Terumbu
karang dan ikan warna-warninya jelas terlihat. Jadi ketagihan ingin mencoba
snorkeling atau diving. Yang pasti tidak sekarang. Kapan-kapan. Hehe. Water
sport kedua yang saya coba adalah banana boat, per setengah jam dibanderol dengan
harga yang sama yaitu 75 ribu perorang. Karena saya bermain bersama sepupu yang
masih berusia awal belasan tahun, jadi tidak ada adegan pembalikan banana boat
di tengah laut. Ya adrenalin kurang terpacu sih, but it’s okay for beginner =) Next,
mari coba water sport yang sedikit lebih ekstrim, hoho.
Matahari
sudah tepat berada di atas kepala. Adzan Zuhur pun sudah berkumandang di
kejauhan. Kulit sudah nampak gosong. Ini pertanda untuk harus segera kembali
dan bersiap check-out. Dua jam kemudian, kami selesai berkemas dan duduk manis
di dalam mobil. Satu hari setengah adalah waktu yang sangat singkat untuk kami
coba mengeksplor salah satu kawasan pantai selatan Jawa Barat. Walau dengan
segala kekurangan yang dihadapi, ternyata tersimpan sebuah rasa yang mungkin
pertanda. Bahwa saya rindu berada kembali disini, di sebuah pantai privat nan
eksotis, berbekal kamera dan pena, bersama dia yang entah siapa, menjangkau
kedalaman laut beratapkan langit, mencipta sebuah cerita walau harus mengubur
berjuta kenangan lama yang perlahan sirna ditelan ombak dan karang. Untuk kita,
bersama.
So, what does the
travelling means to you? #2 (End)
see you! |