Minggu, 28 Juli 2013

#Cerita Ramadhan

"Menurut lu penting ga sih baca buku motivasi?"
"Kalau gw sih suka. Kenapa gw suka? Ya karena gw ngerasa lebih bersemangat aja     ngejalanin esok hari dan seterusnya"
"Masa sih? Bukannya abis beres baca besoknya suka lupa lagi?"
"Hemm. Kadang gitu sih. Soalnya sama semua sih kata-katanya. Ga jauh dari 'semangat! kamu pasti bisa!' ; 'jangan menunda pekerjaan' ; ' 'yang menentukan kesuksesan atau kegagalan seseorang itu bukanlah takdir, namun diri kita sendiri. Kalau punya kemauan keras dan tekun, pasti berhasil' "
"Nah, itu tau jawaban kenapa gw ga suka"
"Hemm. Tapi kan itu bisa jadi pengingat buat kita kalau sewaktu-waktu ga semangat"
"Yaelah mending ga usah beli buku motivasi. Kalau lu pelupa dan butuh suatu reminder, lu tulis aja kata-kata pamungkas
lu. Tempel di depan mata lu. Gw jamin pasti inget terus"
"Ah lu. Ga ngedukung gw banget sih!"
"Bukan gitu, supaya lu sadar aja kalau motivasi tuh ga dateng dari buku atau motivator. Motivasi itu dateng dari diri lu sendiri. Jangan tergantung orang lain, yang bisa bikin diri lu rajin ya tekad dari hati lu. Kuncinya lu kudu fokus sama tujuan lu. Gitu doank koq. That's it. :)"
       Demikianlah obrolan singkat penuh makna gamblang antara si logis dan si empati. Ditengah menjamurnya para motivator muda yang menelurkan karyanya yang menginspirasi banyak orang baik muda maupun tua.
       Saya sendiri sebenarnya termasuk pribadi yang hobi baca maupun menyaksikan penampilan para motivator. Seperti ada magnet kuat yang menarik saya ke kutub berlawanan. Cara sang motivator dalam penyampaian presentasi dari mulai ritme bicara, gesture tubuh, cara berpakaian, serta struktur materi membuat saya selalu tercengang. Hampir dipastikan 99% semua materi motivasi saya amini. Seperti tersihir suasana yang ditimbulkan. Sampai-sampai saya pernah bercita-cita menjadi seorang motivator. Haha.
       Sebenarnya mengapa orang termasuk saya demikian menggandrungi dunia permotivasian? Apakah motivasi ini datangnya dari dalam diri sendiri, bukan dari orang lain? Sebelum saya jawab, mari lihat obrolan diatas. Yup. Katanya sih buat pengingat dan penyemangat. Lalu kalau tidak ada motivator, kita tidak bersemangat? Harusnya sih tidak ya. Semangat atau tidak nya seseorang tidak bergantung pada buku atau acara motivasi atau pun orang lain. Memang, kebanyakan dari kita membutuhkan sebuah suntikan semangat untuk mengingatkan. Ingat ya, hanya untuk mengingatkan saja. Bukan sebagai penentu kesuksesan seseorang. Tetap saja kita butuh konsistensi diri dan hati kita untuk selalu fokus pada tujuan dan cita kita. Hobi baca buku dan menyaksikan motivator berlaga itu sangat baik sekali, namun jangan salah kaprah, mereka tidak menjamin barang sepersen pun untuk membuat kita sukses. Mengutip obrolan seorang career coach beberapa bulan lalu yang terkenal dengan tagline 'your job is not your career', bahwa beliau berpendapat, dirinya bukanlah seorang motivator, karena pada dasarnya termotivasi atau tidaknya seseorang bukan karena diri sang motivator. Semua kembali ke individu masing-masing. Seseorang yang disebut sebagai motivator diibaratkan tools untuk membakar semangat audience menjadi sebuah aksi nyata mewujudkan misi hidup. Masalahnya adalah bukan termotivasi atau tidak, namun kapankah kita mulai untuk beraksi? Semakin cepat dan terstruktur, makin terlihat pula perkembangannya. Gagal itu biasa. Kalau tidak gagal, kita tidak akan punya persiapan untuk tetap bertahan pada fokus awal ketika badai tiba-tiba datang menghadang.
         Motivasi datang dari jiwa personal sedangkan inspirasi dapat hadir dari pengalaman orang lain. Inspirasi dapat melahirkan sebuah energi potensial yang disebut sebagai motivasi yang kemudian menjadi bahan bakar untuk menyulut adrenalin sehingga menghasilkan sebuah energi kinetik berbentuk aksi dan menghasilkan reaksi terhadap gaya yang diberikan padanya. Selama aksi yang diciptakan positif maka reaksinya pun tak kalah positif dan sebaliknya. Hukum fisika ternyata berlaku pula disini. Hehe. Singkat cerita, setiap orang punya takdir suksesnya masing-masing. Yang membedakan satu dengan yang lain adalah kadar kemauan untuk go extra miles. Seperti kata bijak yang dikutip dari novel karya Paulo Coelho : "Takdir adalah apa yang selalu ingin kau capai. Semua orang, ketika masih muda, tahu takdir mereka. Pada titik kehidupan itu, segalanya jelas, segalanya mungkin. Mereka tidak takut bermimpi, mendambakan segala yang mereka inginkan terwujud dalam hidup mereka. Tapi dengan berlalunya waktu, ada daya misterius yang mulai meyakinkan mereka bahwa mustahil mereka bisa mewujudkan takdir itu. Daya ini adalah kekuatan yang kelihatannya negatif tapi sebenarnya menunjukkan padamu cara mewujudkan takdirmu. Daya ini mempersiapkan rohmu dan kehendakmu, sebab ada satu kebenaran mahabesar di planet ini : siapapun dirimu, apapun yang kau lakukan, kalau engkau bersungguh-sungguh menginginkan sesuatu, itu karena hasrat tersebut bersumber dari jiwa jagat raya. Itulah misimu di dunia ini"
        Through this article, I'm not blaming againts motivational or inspirational matters. It just my opinion to be shared in social media. Thus, keep your soul burn perpetually with your own motivation, act for something, inspire others, and enjoy the rhytm of chain reaction!

#Cerita Ramadhan

..everypart of life is an sudden premonition happened in surprise moments..
   Lama sudah jari ini tidak tersinkronisasi dengan hak azasi otak untuk menyuarakan ide menjadi karya kecil pemuas hasrat untuk manfaat. Entahlah, ada saja godaan untuk tidak mendengarkan suara hati dan berpaling ke hal lain yang sangat random. Dan randomisasi ini membuahkan sebuah warna baru dalam hidup, menorehkan pengalaman baru yang seru. Dan, semua berawal di awal Bulan nan Suci ini dalam balutan cerita Ramadhan.
         Sebenarnya, secara logika, kisah ini dapat terjadi kapanpun dan dalam kondisi apapun. But, we couldn't know about what destiny will bring to us for now and tomorrow. Just let the rhytm flow away, or maybe drift away if it so. Well, selama 2 tahun belajar mandiri dengan keringat sendiri, disaat itulah kenyataan hidup yang sebenarnya mulai terkuak, menganga. Rutinitas pekerjaan yang agak random, membuat saya harus lebih banyak berinteraksi dengan berbagai karakter individu. Lebih peka untuk menjadi orang dewasa. Memang ya, kalau ingin tahu lebih jauh tentang sesuatu, mau tidak mau kita harus terjun sampai hampir tenggelam didalamnya. Dan saat diujung jurang, seseorang menarik tangan saya. Hingga kami pun bertemu muka dalam sebuah kesadaran. Kemana sajakah saya selama ini? Teman dekat sebelah kompleks tidak pernah bertegur sapa sedangkan teman jauh malah yang terjamah, mirip pepatah, gajah dipelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan terlihat. Dari sinilah saya baru menyadari arti dari seorang teman yang persis sama dengan teman semasa sekolah dan kuliah, tulus, tanpa pamrih, dan saling mengoreksi. Apa alasan yang melatarbelakangi saya dapat beropini seperti demikian? More or less, ya dari obrolan ngalor ngidul kami yang ternyata punya satu benang merah.Walau tidak terlihat dari luar, ternyata teman saya ini memiliki frekuensi yang sama dengan saya, yang membuat kami seperti menemukan kembali puzzle yang telah lama hilang, dicari hingga keujung dunia pun tak kan dapat, karena ternyata, jawabannya ada di sekitar, tepat di sebelah. Kalau dipikir-pikir lucu juga ya. Kami sama-sama tidak sadar kalau ternyata kita bisa lebih dekat dari pada sekedar teman 'say hello', menjadi sahabat.
     Sahabat saya ini seorang pria. Apakah pria dan wanita bisa bersahabat secara murni? Jawabannya relatif, tergantung komitmen dari diri kita sendiri. Komitmen itu kan janji pribadi terhadap diri sendiri dan orang lain. Tinggal sekarang, pilihannya ada di tangan kita semua. Kalau saya pribadi memaknai persahabatan antara pria dan wanita ibarat air yang mengalir di dua sungai, berjalan sendiri-sendiri sesuai visi dan tujuan hidup masing-masing namun, air tersebut akan bermuara ke satu danau, saling mengisi dan berbagi cerita serta memperbaiki bila ada kejanggalan yang menyebabkan kemudharatan dalam kehidupan satu sama lain. Beberapa sahabat pria saya, walau sudah tidak keep in touch akibat kesibukan masing-masing, namun punya kesan tersendiri untuk saya karena basically, pria cenderung berpikir logis sedang wanita lebih kepada merasakan sesuatu dengan hati. Kadangkala, logika perlu hati demikian sebaliknya. Kami bertemu dan banyak bercerita pertama kali saat beberapa minggu sebelum Ramadhan. Hingga hari ini, alhamdulilah, saya selalu ada teman untuk berbuka sampai sahur. Apalagi di lingkungan kompleks kos, saya termasuk minoritas sehingga mau tidak mau harus keluar mencari santapan sahur. Kalau saya pribadi menginterpretasikan kondisi ini sebagai suatu kebetulan yang tak terduga. Ketika saya membutuhkan teman seperjalanan, untuk tetap istiqomah menjalankan ibadah, ketika itu pula hadir. I merely say, Thanks, alhamdulilah :)
      And afterwards, what I mean about friend is not the one who always follow you whenever you are and vice versa. A Friend is someone who always be right beside you on the right time and the right place. Thus, who influence and help each other in line with your vision and mission. A Friend is not always has the same character, but apparently understanding what of your strength and weakness to optimize your potencies. Moreover, a friend always support you to be better person everyday, without hesitation, domination, or jealousy. That's what friends are for!