Minggu, 29 September 2013

Accidentally Travelling (2)



 (continue #1) ... Apabila akan makan malam, ada fasilitas delivery to cottage. Namun, karena kami penasaran dengan restonya, maka kami pun berduyun-duyun makan disana. Menu yang ditawarkan terbilang biasa saja. Rasanya pun apalagi, sangat jauh dari kata ‘recommended’. Tapi, harganya, jangan ditanya deh, mahal sekali. Bayangkan saja, untuk satu porsi udang dan cumi goreng tepung, dibanderol dengan harga 58 ribuan. Satu porsi berisi 10 potong kecil udang / cumi dengan tepung bumbu instan sebagai tepungnya. Yaelah, plis deh. Ga sesuai banget antara harga, penampilan, dan rasanya. Kemudian untuk minumnya, kami pesan lemon tea panas dan yang tersaji adalah secangkir kecil teh hitam merk lokal plus potongan jeruk nipis disampingnya. Harganya 18 ribu rupiah per cangkirnya. Benar-benar membuat kami sebagai pengunjung kapok untuk balik lagi. Apalagi merekomendasikan. Hehe. Satu hal yang belum saya nilai adalah keindahan pantainya. Tunggulah hingga esok tiba, baru saya dapat menyimpulkan.
          Fajar menyingsing, pagi pun telah datang. Setelah menunaikan shalat Subuh, kami bergegas ke pantai, memburu panorama dan keindahan sunrise yang muncul malu-malu. Cuaca pagi memang agak mendung, hawa pun dingin menggigit. Bila tidak dipaksakan bergerak keluar, bisa-bisa cuma numpang tidur saja di dalam cottage. Kalau pasangan baru yang sedang berbulan madu sih masih dapat dimaklumi, lah kalau murni mau liburan ke pantai, masa disamakan? Hehe. Kami adalah orang pertama yang menyambangi pantai ini. Saat kami menginjakkan kaki masuk ke dalam dinginnya pasir, tiba-tiba angin laut berhembus keras. Mungkin Dewa Neptunus dan penunggu pantai selatan sedang menyambut kedatangan pengunjung baru. Rencananya sih, saya ingin mengabadikan sunrise, tapi cuaca berkata lain. Sunrise pagi ini tak tampak, namun panorama pantai dengan karang berserakan, ombak yang berkejaran, dan pasir yang masih putih bersih menghapuskan segala kekecewaan. Pantai ini terlihat masih perawan. Tak banyak orang yang bermain-main disini. Alasan klasiknya karena biaya yang relatif mahal untuk menginap disini. Namun, untuk pantai seindah dan seprivat ini, saya rela membayar lebih, asalkan kepuasan hati terlunasi dengan hasil jepretan nan memukau serta mencicipi isi pantai yang masih perawan. Rasanya jadi ingin punya pantai pribadi. Hehe. Setelah puas main di pantai, kami rehat sejenak untuk sarapan ala hotel sebagai complementary penyewaan cottage. Menu sarapan yang disajikan tak mengecewakan, ya sebandinglah dengan harga cottagenya. Setelah itu, kami beranjak ke acara berikutnya, yaitu mencoba water sport. Untuk mencapai arena water sport, kami harus berjalan kaki kira-kira 1 km. Disana ditawarkan banyak varian dengan harga beragam seperti jet sky, banana boat, glass bottom  boat, snorkeling, hingga diving. Pertama saya mencoba glass bottom boat yaitu boat yang dilengkapi dengan kaca ditengahnya sehingga pengunjung dapat dengan jelas melihat keindahan bawah laut dengan kedalaman 5-10 meter tanpa perlu snorkeling atau diving. Tarif yang dipatok adalah 75 ribu perorang. Konon, menurut petugasnya, keindahan laut di pantai Tanjung Lesung ini lebih eksotis dibandingkan pantai lain seperti Carita atau Anyer. Hal ini disinyalir karena laut disini masih terjaga kebersihannya. Nelayan yang mengambil ikan pun dibatasi aksesnya. Memang benar sih. Terumbu karang dan ikan warna-warninya jelas terlihat. Jadi ketagihan ingin mencoba snorkeling atau diving. Yang pasti tidak sekarang. Kapan-kapan. Hehe. Water sport kedua yang saya coba adalah banana boat, per setengah jam dibanderol dengan harga yang sama yaitu 75 ribu perorang. Karena saya bermain bersama sepupu yang masih berusia awal belasan tahun, jadi tidak ada adegan pembalikan banana boat di tengah laut. Ya adrenalin kurang terpacu sih, but it’s okay for beginner =) Next, mari coba water sport yang sedikit lebih ekstrim, hoho.
         Matahari sudah tepat berada di atas kepala. Adzan Zuhur pun sudah berkumandang di kejauhan. Kulit sudah nampak gosong. Ini pertanda untuk harus segera kembali dan bersiap check-out. Dua jam kemudian, kami selesai berkemas dan duduk manis di dalam mobil. Satu hari setengah adalah waktu yang sangat singkat untuk kami coba mengeksplor salah satu kawasan pantai selatan Jawa Barat. Walau dengan segala kekurangan yang dihadapi, ternyata tersimpan sebuah rasa yang mungkin pertanda. Bahwa saya rindu berada kembali disini, di sebuah pantai privat nan eksotis, berbekal kamera dan pena, bersama dia yang entah siapa, menjangkau kedalaman laut beratapkan langit, mencipta sebuah cerita walau harus mengubur berjuta kenangan lama yang perlahan sirna ditelan ombak dan karang. Untuk kita, bersama.
So, what does the travelling means to you? #2 (End)
see you!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what do you think, guys?