Minggu, 28 Oktober 2012

Coba dan Mencoba

              Salah satu jalan yang harus ditempuh oleh semua orang yang ingin mengukir sukses dalam hidupnya adalah dengan mencoba. Mencoba berbagai hal yang menjadi passion kita dan melakukannya dengan percaya diri. Namun, sebagian besar orang hanya berjalan pada zona aman dan nyaman saja. Bekerja di belakang layar yang tanpa sadar menjebaknya dalam rutinitas belaka, tanpa tantangan untuk mengakselerasi kemampuan.  Bila ada ketidaksesuaian sedikit saja dalam sistem, maka ia akan mengeluh dan mengutuki keadaan. Tanpa solusi sedikitpun apalagi perubahan. Demikianlah sedikit gambaran mengenai fakta yang mungkin saja mengintai keseharian saya, mereka, dan kalian.
              Aksi coba-mencoba saya yang dilakukan baru-baru ini adalah menjadi seorang guru. Guru? With zero teaching knowledge and experience? Yes! Namun, guru disini bukannya guru sekolah formal atau informal yang muridnya adalah anak-anak tetapi, guru dadakan yang tiba-tiba diminta oleh seorang rekan untuk membawakan sebuah materi dengan murid yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya yaitu bapak-bapak dan ibu-ibu operator. Karena saya mengajar di perusahaan, maka istilah guru diganti menjadi trainer. Sebuah titel yang berat untuk saya yang masih awam dalam hal memberikan training. Memang, saya sudah sering mengikuti training, namun peran saya hanyalah sebagai audience, penerima materi, bukan sebagai subjek yang memberikan materi. Saya yang belum memiliki pengalaman mengajar pun agak kesulitan untuk membayangkan rundown liveshow pertama saya sebagai seorang trainer. Debut saya yang masih nol besar ini pun menjadi momok tersendiri bagi saya, seorang anak ingusan yang sedang merangkak masuk ke dalam belantara profesi.
              Saya jadi teringat pengalaman pertama saya menjadi seorang master of ceremony atau pembawa acara. Kala itu, saya masih menjadi mahasiswa yang baru lulus masa orientasi jurusan, awal semester 3. Saya yang sedang menjajaki dunia baru kampus pun seperti tersihir untuk masuk ke dalam organisasi kampus, tempat dimana para aktivis kampus berkumpul dan salah satu kegiatannya adalah mengadakan suatu acara untuk mengenalkan disiplin ilmu kepada masyarakat kampus dan umum, membantu kegiatan sosial, sampai mewadahi minat bakat mahasiswa di dalam dan luar kampus. Saat itu, bersamaan dengan akan diselenggarakannya seminar nasional mengenai agroindustri. Saya yang masih polos, tiba-tiba dimandati untuk menjadi pembawa acara. Saya yang belum memiliki pengalaman pun secara refleks menggelengkan kepala, tanda tahu diri, takut malahan merusak acara. Namun, dorongan dari para panitia demikian besar sehingga ada keterpaksaan yang sengaja disembunyikan atas nama tanggung jawab sebagai panitia junior. Ketika acara dimulai, penampilan saya pun diuji. Rasa was-was, deg-degan, dan ketakutan akan kesalahan menjadi pengganjal terberat. Komentar audience pun beragam. Dari mulai level terburuk hingga level menengah ke bawah. Setidaknya saya sudah mencoba walaupun kurang memuaskan.
               Demikian halnya dengan trainer. Mau tidak mau, suka tidak suka, harus dijalani juga. Anggap saja sedang melakukan perjalanan menuju lorong waktu ke tahun 2007 saat saya berkenalan dengan dunia public speaking, menjadi MC. Pengalaman memberikan training K3 kepada para bapak dan ibu operator pun dimulai. Agak sedikit kaku saat segmen ice breaking, sikap tubuh yang kurang luwes, materi yang terlalu sulit, tingkat kesulitan soal pre-test dan post-test yang terlalu tinggi, serta kurang terampil menggunakan pointer. Kesalahan yang harus digarisbawahi agar tidak menjadi fenomena gunung es di lain waktu. Namun, setidaknya beberapa kali para audience sedikit tergelak dengan candaan yang saya lontarkan spontan. Satu poin untuk pengalaman pertama.
              Pengalaman demi pengalaman mengantarkan kita ke gerbang kedewasaan. Dewasa dalam berpikir, dalam bertindak, dan dalam mengambil keputusan. Selain itu, jam terbang yang tinggi pun sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang profesional. Seperti Jamil Azzaini, trainer sukses mulia dengan rumus 10.000 jam untuk menjadi seorang yang ahli di bidangnya. Namun, pada setiap kesuksesan pasti memiliki awal mulanya yaitu pengalaman pertama dan kesalahan. Ibarat seorang maestro lukisan bernilai ratusan juta rupiah, pasti diawali dengan pengalaman pertama melukis, kesalahan dalam membuat sketsa dan menggoreskan kuas. Hal ini sesuai dengan salah satu value Young On Top karya Billy Boen yaitu Just Perform yang terinspirasi dari tagline sepatu Nike, Just Do It. Just Perform berarti lakukan terbaik apapun yang dapat dilakukan, tidak hanya terpaku pada job description saja karena itu akan membatasi ruang gerak performa kita, membatasi kesempatan kita untuk belajar lebih banyak. Secara tidak sadar, kita sedang menantang diri kita untuk menunjukkan kapabilitas optimalnya, keluar dari zona nyaman dan aman, menggapai hasil lebih dari orang lain. Walaupun, mungkin berat, namun siapa tahu di dalam sana tersimpan passion yang selama ini kita cari sehingga kita bisa mengakselerasinya menjadi suatu tujuan baru yang lebih brilian. Mengutip salah satu kata mutiara dari T. Roosevelt : It is hard to fail, but it is worse never have to tried to succeed. Melakukan kesalahan itu sangat berat dan memalukan, namun akan menjadi lebih buruk lagi apabila kita tidak mencoba untuk menjadi sukses.
           So, between just performing and comfort zone. What's your choice, pals?      
"Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan aku cabut Semeru dari akarnya, tapi berikan aku 10 pemuda tangguh maka akan aku guncangkan dunia." (Bung Karno). Selamat Hari Sumpah Pemuda!

Minggu, 21 Oktober 2012

Ruang dan Waktu

Ruang...
Sepi menggelayuti hati, laksana rumah tak berpenghuni
Ku duduk sendiri, menyesapi aroma kopi
Sambil berharap kau cepat datang mengisi kekosongan kursi
Ruang ini terasa hambar tanpa kau di sisi
Temaram lampu dan buku harianmu seolah menjadi teman berdiskusi
Kelebat bayangmu berloncatan indah dalam ruang otak ini
Membuat ruang pembuluh mendesirkan darah tak terkendali
Berharap dalam sekejap, kau cepat menepi dan menemani
Akankah pagi selalu berbalut sunyi tanpa menyisakan rasa rindu yang masih bertepi?
Akankah benih janji bertumbuh menjadi tunas cerita yang terealisasi?
Akankah ruang rindu selalu terbuka tanpa tereliminasi menjadi mimpi?  
Kopi ini sudah dingin
Kursi ini pun hanya disinggahi angin
Mungkin, dirimu lupa akan angan yang pernah merekah menjadi ingin
Rasa yang beku, jiwa yang terperangkap abstraksi labirin
Ruang yang hampa berselimutkan mungkin
Kutunggu kau di pelataran ruang hati yang mendingin
Waktu...
Kala memulai sebuah cerita
Dengan senja sebagai perantara
Detak waktu berjalan mengiringi bersama
Menunggu penantian fakta bahagia
Bahwa pada momen ini, kau menggenapi perasaan kita
Menghapus keganjilan masa
Merangkai kata, menyatukan frasa, dan mematrikan cinta
Demi kita berdua
Kini, aku terdiam membisu di antara jarak yang terpisah dan detik yang menari
Diri ini tak mampu untuk berlari mengejar janji
Seolah terperangkap dalam dentingan waktu yang melesat tanpa henti
Bertarung memperebutkan sebuah posisi
Terlena dengan kesibukan pribadi
Tanpa aku sadari
Membiarkan perasaannya untuk layu sendiri
Mengikis kasihnya sedikit demi sedikit hingga ke inti hati
Membekukan rasa rindunya hingga tiada berperi  
Ruang dan Waktu...
Mungkin, kita memang tak berjodoh dengan waktu
Mungkin, hati kita tak terperangkap dalam ruang yang sama  
                                ......
Senja menjingga, menarik hatiku untuk tersenyum
Mengganti rasa yang semu menjadi baru
Menunggu detik dalam ruang berpetak
Ia yang dulu pergi, kini datang kembali
Membawa asa yang tak kunjung tiba
Ia pun berbisik pelan,
Do you still love me?

Kamis, 18 Oktober 2012

Wahai angan

Wahai angan, detik ini aku berkenalan denganmu.
Berjabat tangan, menerawang masa depan
Wahai angan, menit ini aku memimpikanmu
Membuat jantungku selalu berdegub kencang ketika kau memandangku
Wahai angan, genap waktu ini aku memberanikan diri berbincang denganmu
Bersenda gurau menghabiskan hari melewatkan dentingan jam dinding bersama
Wahai angan, siang hari ini aku janji bertemu denganmu
Merencanakan pertemuan dengan masa depan
Wahai angan, senja ini aku duduk berdua denganmu
Merenda masa depan mencoba peruntungan
Wahai angan, dewi malam telah menampakkan sinarnya
Tak henti kurapalkan doa dan harapan atas dirimu dan perjuanganku
Wahai angan, mentari membangunkanku fajar ini
Memberikan berita tak terduga, melenakan masa demi fakta sehasta yang tak urung tiba
Wahai angan, ternyata pagi tak mengizinkan kita bertemu kembali
Ia menyesapkanmu ke dalam lubang terdalam planet ini. Inti bumi.
Wahai angan, tahukah kamu bahwa hatiku teriris tatkala berhadapan dengan kenyataan bahwa aku harus menghadapi penantian yang tak berujung ini sendirian
Bagaikan putus hubungan dengan kekasih hati. Sukma ini tertusuk dengan bambu runcing yang membara.
Wahai angan, apabila dirimu terlalu jauh dariku mengapa kau memperkenalkan diri dan mengajakku bertemu muka?
Mengapa pula harus ada pertemuan apabila berujung pada perpisahan?
Wahai angan, katamu sinar kapalku tak pernah padam walaupun dengan derasnya arus, aku masih dapat mengarungi bahtera mimpi, membelah lautan hambatan
Namun, apakah aku masih memiliki secercah keberanian untuk menembus batas, memaksa semesta mendukungku?
Entahlah, wahai angan. Namun, satu yang pasti dan harus kuakui bahwa aku masih merindukanmu datang kembali kepadaku, memberikan sebuncah semangat jiwa untuk menghempaskan kerikil tajam dalam pencapaian tujuan
Wahai angan, izinkan aku terlelap mendekapmu tiada batas hingga datang sang waktu menciumku mesra membangunkanku dari serpihan mimpi imajinatif.

Minggu, 07 Oktober 2012

Sebuah korelasi

            Beberapa bulan belakangan ini saya disibukkan dengan aktivitas audit baik internal maupun eksternal. Sampai stamina saya perlahan menurun dan berimbas pada kelelahan yang teramat sangat ketika tiba di kamar. Seberapa kuatkah energi yang dimiliki oleh sebuah kata 'audit' hingga sedemikian besar efeknya menggerogoti separuh pertahanan tubuh? "Jenis energi potensial ganda yang relatif kuat karena mengandung dua fungsi yaitu sebagai kata kerja dan kata benda. Selain itu, dapat mengundang spesies lain untuk bersama merubuhkan imunitas yang tak dibentengi oleh gizi yang cukup". Kata kerja disini bermakna 'melakukan audit/penilaian dengan subjek auditor' sedangkan kata benda berarti 'objek penderita atau auditee yang dinilai dan menghasilkan berlembar hasil temuan audit'. Definisi asal bunyi tadi merupakan manifestasi beberapa pengalaman sebagai junior otodidak. Namun, bila kita telisik secara harfiah, definisi audit versi wikipedia adalah an evaluation of a person, organization, system, process, enterprise, project or product. The term most commonly refers to audits in accounting, but similar concepts also exist in project management, quality management, water management, and energy conservation. Suatu kegiatan evaluasi terhadap orang, organisasi, sistem, proses, perusahaan, proyek atau produk. Konsep ini lebih condong ke arah audit keuangan, namun dapat pula diaplikasikan terhadap manajemen proyek, manajemen kualitas, manajemen air dan konservasi energi. Sedangkan pengertian menurut buku Badan Standardisasi Nasional, yaitu proses sistematis, independen dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan tingkat pemenuhan kriteria audit. Dari dua definisi tersebut sangatlah jelas bahwa audit sama dengan evaluasi, penilaian, pemenuhan peraturan dan lain-lain. Bisa dikatakan bahwa aktivitas audit ini sama dengan inspeksi dan interogasi yang dilakukan oleh polisi kepada tersangka. Perbedaannya adalah tersangka disini bukan seseorang yang melakukan tindak kriminal pidana atau perdata, namun lebih ke arah evaluasi terhadap konsistensi suatu bagian dalam menjalankan proses sesuai aturan yang berlaku, oleh seseorang yang bertindak sebagai polisi dalam job descriptionnya. Bisa dibayangkan bagaimana peliknya aktivitas audit dengan objek yang sulit untuk diberi masukan dan saran. Sang polisi haruslah lebih disegani oleh objek atau lebih berpengalaman dari objek dalam hal pengetahuan. Bila tidak, inkonsistensilah akibatnya. Seperti yang saya alami saat ini. Aturan diikuti saat ada pihak ekstenal yang akan datang menilai, tanpa sense of rules belonging pada kesehariannya. Bila ada temuan, sang polisilah yang bertanggung jawab, maju kena mundur kena, persis film warkop era 90an. Kemudian, ditambah dengan jadwal audit yang tanpa jeda, mirip dengan rangkaian kereta api jabodetabek dengan jadwal padat bila tanpa perawatan yang cukup, anjloklah ia. Konotasi yang tak jauh berbeda dengan pertahanan tubuh saya yang mulai jebol. Tanpa vitamin, robohlah saya.
            Sebenarnya, bila ditilik lebih jauh, aktivitas audit sangat mirip dengan perayaan acara puncak organisasi kemahasiswaan. Perbedaannya adalah audit tidak butuh panitia dan pencarian sponsor plus dana usaha. Sebelum audit, kita harus membuat undangan untuk para auditee, mem-booking ruang meeting untuk eksekusi, mempersiapkan persyaratan audit yaitu dokumentasi dan lapangan, memesan konsumsi, serta akomodasi auditor. Tak lupa pembayaran pun harus dilakukan maksimal 14 hari setelah audit dilaksanakan. Apabila terdapat masalah yang menyangkut inter-departemen yaitu belum adanya jalan keluar terhadap temuan audit sebelumnya, maka harus dilakukan rapat internal persiapan audit. Tak lupa sebelum memulai audit, berdoa terlebih dahulu untuk kelancaran bersama. Ketika tiba saatnya audit, auditor berlaku sebagai polisi yang ditemani oleh tim keamanan internal yaitu bagian quality management system, menilai dan mengevaluasi pelaksanaan proses sesuai klausul yang dipersyaratkan. Satu hingga dua hari, waktu yang diperlukan bagi auditor. Setelah data yang dibutuhkan telah cukup, maka tibalah saatnya pengumuman hasil audit. Disinilah terlihat konsistensi dan kekompakan satu departemen dengan departemen lainnya dalam hal pemenuhan peraturan dan standar yang berlaku. Dari pengalaman yang telah saya ikuti, dalam audit tidak pernah tidak ada temuan, karena prinsip audit adalah perbaikan yang berkelanjutan sehingga perbaikan dan pembaharuan pasti harus ada. Disini berlaku pepatah : Gajah di seberang lautan tampak jelas, sementara semut di pelupuk mata tak tampak. Hanya orang lainlah yang dapat menemukan kekurangan yang perlu diperbaiki dalam diri kita karena sejatinya kita yang sudah biasa melihat kesalahan akan berpendapat bahwa semua adalah benar, tidak demikian dengan orang lain yang melihat dari kacamata berbeda. Demikian halnya dengan perayaan acara puncak organisasi mahasiswa. Panitia yang terdiri dari ketua, wakil, sekretaris, bendahara serta berbagai divisi berembuk untuk menentukan konsep dan teknis acara. Semua dipersiapkan masak-masak demi terselenggaranya acara puncak sesuai rencana. Pemilihan tema, teknis acara, tempat, bintang tamu, pembicara, sponsorship dan dana, dekorasi dan dokumentasi, perizinan, undangan dan pengumuman, hingga hari-H acara yang super duper menegangkan. Ya, adrenalin terkuras hingga tigaperempatnya sambil berdoa agar audiens dan panitia terpuaskan. Sebuah proses perjalanan yang sangat berbekas di ruang pikiran terdalam. Lelah dan tegangnya terbayarkan ketika acara ditutup dan dievaluasi. Tak jarang air mata dan peluh pun harus rela terkuras dengan ikhlas. Namun, selama rangkaian pengalaman panjang tersebut tak satu pun yang membuat saya kapok untuk mengulanginya karena saya menikmati semua prosesnya. Ya, proseslah yang membuat saya memiliki pengalaman baik suka maupun duka, simpel dan pelik, implisit hingga eksplisit. Semua terekam indah dalam memori, hingga tak terasa satu musim telah berganti, melingkupi hari dengan mimpi, mengaliri ruang dengan kawan, menjejaki kenyataan dengan pengalaman. Sebuah proses adalah pembelajaran. Walaupun diluar sana banyak suara yang menuntut hasil sempurna, namun ada masa dimana proses yang telah terpoles akan mencerminkan hasil yang lebih indah dari kata sempurna.
          Satu demi satu ikan dipancing dan dijala baik di dalam air bersih maupun dalam air keruh. Rasa ikan pun akan berbeda satu sama lain. Namun, bukan hasil yang mengukir pengalaman, tapi proses panjanglah yang menentukan pencapaian level anak tangga untuk menggapai langit. Ternyata, audit memiliki kesamaan dengan perayaan acara puncak organisasi dimana tak hanya membutuhkan pikiran positif untuk menangkis kubu negatif namun juga tenaga yang penuh untuk mendorong serta menikmati ritme dan prosesnya. Enjoy your rhytm, Bold the process!
*image taken from : vanilavigne.tumblr.com

Sunday clears away the rust of the whole week - Joseph Addison

..what the relax thing have you done in this weekend? Cleaning off my private room, my answer.
                Berawal dari rasa gerah dan tak nyaman yang melingkupi diri tatkala membersihkan sudut lemari dan rak komputer, aku bergegas menggeser kaki-kaki lemari dan rak ke arah luar. Tak dinyana, debu tebal dan sisa debu lama yang masih bercokol mesra di lantailah yang aku lihat. Tanpa banyak ba bi bu, aku langsung mengambil peralatan kebersihan yang paling utama yaitu sapu dengan kain pel. Kemudian aku lanjutkan dengan merapikan kabel komputer dan antek-anteknya, menggulung kabel sesuai jalurnya serta menempelkannya di dinding rak menggunakan selotip, pengganti ducting cabel. Aktivitas pembersihan adalah topik paling hits pada akhir pekan kali ini. Bukan karena aku yang terlalu rajin dalam menafsirkan kata bersih, namun ada lecutan dalam batin untuk mulai merapikan kondisi kamar dan membongkar isi lemari yang secara eksplisit terlihat rapi tapi secara implisit menjadi bom waktu bagiku.
                Hari itu, aku mendapat tugas dari kantor untuk mengikuti training mengenai salah satu sistem manajemen kebiasaan karyawan yang diadaptasi dari negeri Sakura. Mengapa aku sebut sebagai sistem manajemen kebiasaan karyawan? Ya, karena inti dari materi training adalah bagaimana membiasakan karyawan hidup disiplin baik di dalam aktivitas pekerjaan maupun kehidupan pribadinya. Jadi, training ini mengajarkan materi general yang dapat langsung diimplementasikan dimana pun kita berada tanpa harus repot-repot menghafalkan klausul demi klausul seperti sistem manajemen lainnya. Training yang aku ikuti adalah 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke). Apakah itu? Training bahasa jepangkah? No. Training ini memang adaptasi dari Jepang, namun versi bahasa indonesianya pun sudah diciptakan dan dimplementasikan di berbagai perusahaan. Dia adalah 5R. Ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin. Ringkas berprinsip pemilahan barang yang diperlukan rutin, barang yang diperlukan sesekali, dan barang yang tak diperlukan. Rapi yaitu kegiatan penyusunan barang sesuai kelompoknya. Resik adalah aktivitas kebersihan rutin terhadap area/ruang/barang yang kita miliki. Rawat ialah suatu kegiatan perawatan secara konsisten dengan menerapkan prinsip 3R dalam tahapannya. Rajin yaitu menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dan senantiasa menjalankan 4R dengan baik sehingga rasa nyaman pun timbul. Terlihat sederhana dan familiar bukan? Yup. Semua istilah 5R tersebut sudah sangat familiar di dalam ruang pikiran kita semua. Dari kecil hingga dewasa, sebenarnya kita telah dididik untuk disiplin dalam menata hidup kita sendiri. Mulai dari bangun tidur, mandi, sarapan, berangkat sekolah, les/ekstrakulikuler, makan siang, pulang sekolah, mandi, belajar, makan malam, tidur. Demikianlah roda aktivitas kita sehari-hari ketika kita masih dalam fase mencari identitas diri hingga menjadi mandiri. Namun, kita sering tak menyadarinya sehingga seolah-olah kita hidup hanya mengalir begitu saja tanpa adanya perubahan dan pembaharuan dari aktivitas rutin yang kita jalankan. Kemudian, kita sibuk dengan rutinitas kita, sibuk dengan hobi baru kita, sibuk dengan kemacetan yang memaksa kita untuk menghabiskan separuh hari kita di jalan hingga tak sempat lagi untuk berkaca dan melihat kondisi ruang privasi dan relaksasi pribadi. Ketika waktu telah bergegas pergi, meninggalkan jejak bilangan positif dengan deret hitung yang teratur, kita terlena dimanjakan zaman. Urbanisme dengan segudang hiruk pikuk didalamnya menjadi santapan utama sehari-hari. Instan dan siap saji adalah proses favorit yang diminati tiap insan era baru. Mereka tak lagi peduli bagaimana memeliharanya. Asal mudah dipakai dan trendi, itu sudah cukup. Sebagai contoh kecil adalah gadget baik handphone hingga notebook sampai tablet/pad. Setiap hari, ratusan merk gadget baru diciptakan, ribuan model diperbaharui, dan ratusan ribu hingga jutaan produk dijual. Konsumen kelas bawah hingga atas pun mau tak mau harus tergiur dengan iklan yang membahana, dipadu dengan promo besar-besaran yang sangat membuai. Tanpa perhitungan matang, satu demi satu gadget pun dibeli karena alasan model dan aplikasi yang sesuai dengan tuntutan zaman, tanpa meninggalkan gadget lama yang masih berfungsi dengan baik. Koleksi gadget bagaikan hamparan sampah plastik di tempat pembuangan akhir, hingga satu lemari pun tak cukup untuk menyimpan kemasannya yang akan mempengaruhi harga jual gadget secon, padahal dijual pun belum tentu laku. Akhirnya, persoalan penyimpanan menjadi momok tersendiri bagi kita yang hanya memiliki ruang serba terbatas dengan keinginan yang tak terbatas. Itu baru masalah gadget, belum lagi masalah alat elektronik lainnya yang juga secara periodik dibeli. Simpel namun pelik, demikianlah pilihan.
               Sebagai perempuan yang juga hidup dalam labirin urbanis, aku pun merasakan hal yang sama. Ditambah lagi, aku termasuk orang yang gemar mengumpulkan kertas baik itu kertas berisi informasi penting maupun kertas dengan coretan tak jelas yang mungkin mengandung historikal didalamnya. Dahulu aku satukan semuanya didalam map dan kusimpan di lemari. Lama kelamaan, aku melihat adanya diferensiasi dari bentuk rak lemari yang mulai condong ke bawah dan membentuk huruf V. Segera aku pindahkan bebannya dan melakukan penyortiran terhadap isi lemari. Aku menemukan banyak sekali sampah kertas disana. Bila dikumpulkan bisa mencapai 3 kantong plastik besar. Sampah tersebut adalah sampah yang aku depositkan dari SMA hingga lulus kuliah. Surprisingly annoying when I realized that I'm a waste-collector. Dan ternyata, di sela-sela sampah tersebut terselip kehidupan yang tak aku inginkan. Seekor cecak berkembang biak disana. Second surprise jackpot was happened! Aktivitas pembersihan dan pemberian kamper pun dilakukan, dilanjutkan dengan penyusunan buku ke dalam lemari. Tiap minggu, aku usahakan memeriksa isi lemari serta mengelap debu yang entah darimana datangnya. Demikianlah. Mau tak mau, suka tak suka, ternyata terbukti, 5R berguna bagi kenyamanan kamar pribadi. Aku yang dahulu senang mengoleksi barang-barang tak penting, sekarang mulai sadar untuk tidak membeli apabila tidak membutuhkannya. Dahulu, hobiku adalah membeli majalah urban-life seperti go-girl magz dan reader digest. Namun, dengan tempat yang terbatas dan tak mungkin bertambah ini, aku menyiasatinya dengan mengganti pembelian majalah dan membuka versi online features. Namun, semua pun ada sisi plus dan minusnya. Plusnya adalah akses informasi dapat lebih mudah, murah, dan cepat tanpa butuh tempat penyimpanan. Minusnya, tampilan artikel tak sama dengan versi hard-copy-nya dan ada perasaan tak puas ketika membaca versi online dibandingkan dengan versi majalah aslinya.
               Seiri-ringkas, Seiton-rapi, Seiso-resik, Seiketsu-rawat, Shitsuke-rajin merupakan sistem keteraturan yang ternyata diadaptasi dari kebiasaan baik di rumah. Apabila tempat kerja kita berantakan, maka dapat dipastikan lebih dari 80% area kamar atau rumah kita pun lebih berantakan dan tak tertata baik. Thanks to 5R, you have proded me to do whatever I've never done! I've changed, have you?