“Let’s dance in the rain too instead of just surviving the storm.. (Wigraha Andhito-Rumah Cokelat)
Apa yang terlintas di pikiran
ketika mendengar pernyataan : Wanita muda karyawan kantoran di salah satu
gedung pencakar langit ibukota yang menyandang predikat ibu muda dengan satu
batita? Setiap hari meninggalkan rumah mulai pukul enam pagi hingga sembilan
malam sambil berkutat dengan kemacetan dan jalanan yang kian hari kian menggila
plus kerjaan super menumpuk hingga sering mencekik leher serta hobi yang belum
terealisasi membuat keakraban semu tersebut lebih pantas dijadikan sebagai
‘anak’ dalam kehidupan sehari-harinya. Yep. Inilah realitas yang disuguhkan dengan
bahasa yang biasa namun sarat akan makna yang luar biasa. Unik dan dinamis merupakan tag-line
yang saya sematkan dalam setiap karya novel Sitta Karina. Novel pertama Sitta
Karina yang saya baca adalah Lukisan Hujan yang bergenre teenlit (teenager-literature)
mengisahkan tentang percintaan ala anak muda SMA yang dibalut dengan bahasa
ringan, alur dinamis, dan ending yang tidak terduga membuat kecanduan setiap
pembaca yang menelaahnya. Tidak hanya ditujukan kepada kelompok Anak-Baru-Gede
alias ABG untuk sasaran pembacanya, namun kalangan dewasa pun akan tergelitik
dan tersentuh memori masa lalu dengan kejutan-kejutan kecil yang disuguhkan
dalam tiap babnya. Namun, kali ini Sitta Karina menyuguhkan bumbu baru dalam
menu cerita khasnya yang mengangkat tema keluarga muda metropolis – sebuah tema
yang selalu menarik untuk dibahas- yang semula dikira sempurna, nyatanya penuh
dengan problematika hidup yang memaksa mereka untuk mengambil jalan tengah
yaitu menjalani satu pilihan. Rumah Cokelat.
Sempurna. Pada awalnya Hannah yang
merupakan wanita muda masa kini yang fashionable dan seorang assistant
brand manager Bliss & Hunter, sebuah advertising agency ternama
di Jakarta, merasa sempurna karena telah berhasil memiliki keluarga kecil nan
bahagia dengan suami tampan -yang dijuluki Eric Dane-nya Grey’s Anatomy versi
Indonesia- Wigraha Andhito, seorang konsultan IT di Progressiv Consulting,
sebuah kantor konsultan IT ternama di Jakarta yang merupakan head-to-head
dengan Accenture, McKinsey, maupun Bain&Co dan sudah dikaruniai seorang
putra pintar nan lucu yang berumur hampir 2 tahun bernama Razsya Andhito.
Bahagia karena walaupun hidup mereka masih menumpang di rumah ibunya Hannah,
namun mereka sudah memiliki mobil pribadi second-hand yang dijuluki
sedan taksi (Hal. 81-82); memiliki baby sitter yang peduli, sayang anak, rajin,
dan jujur bernama Upik plus ibu yang mau dititip-asuhkan Razsya oleh mereka
saat bekerja ; sambil mereka pun berusaha menabung demi masa depan hidup.
Problematika. Segalanya hancur
seketika ketika pada suatu subuh, Hannah dikejutkan oleh suara Razsya yang
mengigau dalam tidurnya. “Razsya sayang mbak Upik” (Hal. 13). Dan problematika
hidup pun datang bertubi-tubi silih berganti. Antara frustasi dan kecewa
bercampur menjadi satu. Apakah kasih sayang dan perhatian yang ia curahkan untuk
anak semata wayangnya kurang? Padahal boro-boro menyisihkan waktu ekstra untuk
Razsya, waktunya untuk sekedar me-time menjalankan hobi melukisnya pun
sangat kurang. Jelas-jelas tiap hari ia bekerja jungkir balik demi menabung
untuk mempersiapkan hari esok yang lebih baik. Namun mengapa sungguh sulit
dalam perjalanannya? Demikianlah pertanyaan borongan yang menggelayuti
pikirannya. Namun, sisi idealis dan pantang menyerah yang dipadu dengan naluri
keibuannyalah yang memihak pada Razsya dan melupakan sejenak egonya. Simaklah
pernyataan Hannah dalam Keputusan Di Sisa Hari : “Aku nggak ingin Razsya mengenal kita hanya sebagai
orang yang ngasih makan dan ngebeliin mainan saja, Wigra. Aku ingin Razsya tahu
bahwa kita juga ada disitu karena sayang sama dia, karena ingin bermain bersama
dia” (Hal. 41) serta Cat Air Di Hidung (Hal. 55) : “We earn a living simply to live.
Tapi seperti apa sih dibilang ‘hidup’ itu? cukup makan sehari 3 kali? cukup
ngopi-ngopi seminggu 3 kali? apakah harus bekerja kita –demi bisa hidup ini-
sampai harus mengorbankan waktu main sama anak kita?”
Demikianlah sepenggal pernyataan
yang mengantarkan pembaca pada bab-bab awal perjalanan hidup keluarga muda ini.
Solusi dan masalah mewarnai tiap lembar novel ini. Alur cerita yang dinamis
serta penggambaran karakter yang kuat dengan keterikatan perasaan antara satu
tokoh dengan tokoh lain seakan mempermainkan emosi pembaca. Pada bab
selanjutnya pembaca, khususnya para wanita, dimanjakan sekaligus dibuat mupeng
dan melting oleh sikap bijaknya Wigra atas masalah-masalah kian pelik yang
menguji kesabaran dan kegigihan Hannah dan Wigra. Seperti ketika Ria Sugono
yang memiliki hobi membanding-bandingkan keluarganya dengan kehidupan Hannah
dan Wigra, Smitha –sahabat clubbing-nya Hannah- yang seringkali secara tidak
langsung memaksa Hannah untuk kembali ke dunia gemerlap, kehadiran mantan
pacar, rekan kerja Wigra, Banyu –sahabat Smitha- yang selalu bermain api dengan
berusaha mempengaruhi Hannah dan Wigra untuk berselingkuh, Upik yang memilih
keluar karena ibunya sakit keras, serta teman-teman Hannah –ibu-ibu urban- yang
serta merta membuat Hannah lebih memilih kongkow daripada menjaga Razsya.
Buah jatuh tidak akan jauh dari
pohonnya dan apabila kita menanam kebaikan maka kita akan menuai kebaikan pula.
Motto itulah yang menjadi salah satu penyadar Hannah akan arti hidup.
Seandainya Hidup Itu Indah. Ria Sugono ditinggal mati oleh suaminya
meninggalkan banyak hutang dan anak kembar yang masih kecil. “Makanya aku sangat-sangat mensyukuri
apa yang kupunya sekarang bersama kamu dan Razsya. Kalau ada kesulitan sedikit
coba dijalani dengan ikhlas aja. Kalau ada kebahagiaan walau kecil, sebisa
mungkin dinikmatI. Intinya menjalani hidup dengan sabar, tapi tidak terbebani.”
“Kalau hidup sesingkat itu, sepertinya semakin bertambah alasan kita untuk
menjalani hidup dengan bak dan benar. Kita nggak bisa kembali ke masa lalu;
nggak bisa menghapus kesalahan yang pernah kita perbuat, juga nggak bisa
mengulang kebahagiaan kecil yang dulu malah kita remehkan” (Hal.
124). Kalimat manis nan indah yang keluar dari mulut seorang Wigra dan Hannah
yang menjadi awal dari titik balik kehidupan Hannah menjadi seorang ibu.
Pilihan. Namun, pada akhirnya,
Hannah pun harus dihadapkan pada 2 pilihan hidup yang berat dan dilematis. Masa
depan karir yang menanjak dan menjanjikan atau keluarga kecil dengan masa depan
besar? Dan..Hannah sempat merenungkan ini semalaman dan sampai pada konklusi
bahwa satu-satunya yang dapat mendidik dan mengarahkan seorang anak ya
orangtuanya-ya ibunya. Tidak mungkin ia bergantung pada Upik terus menerus atau
bahkan pada Eyang Yanni hanya karena ia ibu kandungnya yang hampir dipastikan
selalu ada untuk membantunya. Selamat Tinggal Kubikel. Pilihannya jatuh kepada
menjadi seorang ibu yang baik bagi Razsya dan seorang freelance illustrator,
as her passion. Misi pertamanya adalah mencuri perhatian Razsya dan
berhasil. Namun, menjadi ibu ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Ada saja
godaan untuk kembali hang-out bersama teman lama hingga bertengkar dengan
Wigra karena disinyalir adanya kehadiran Wanita Idaman Lain di hati Wigra. Namun,
berkat ketulusan cinta, kelembutan kasih sayang, dan konsistensi Wigra yang
memegang teguh nilai-nilai hidup sebagai seorang suami dan pemimpin keluarga
–yang ditularkan juga ke Hannah-godaan tersebut dapat dihalau oleh mereka
berdua. Tengoklah pesan-pesan sederhana yang disampaikan dalam pernyataan lugas
Hannah dalam Kasta-Kasta di Lilac : “Ada pengalaman berharga yang tidak bisa dirasakan pada
kejadian apapun kecuali dengan berkeluarga dan punya anak” (Hal. 163)
serta pernyataan karismatik-realistis dari Wigra dalam Jus Apel Untuk Banyu : “Sekarang ini kebanyakan pasangan
orientasinya menghindar dari masalah, sih. Bukannya menyelesaikan masalah”
(Hal. 198). “So, let’s dance
in the rain too, Han, instead of just surviving the storm” (Hal.
198). Ketika bertemu dengan masalah, hadapilah dengan berani. Nikmatilah setiap
prosesnya. Jangan terlalu ditakutkan karena solusi terbaik akan datang ketika
pikiran kita tenang.
Rumah Cokelat, Rumah Yang Hangat.
Selagi Hannah menjalani hari-harinya yang penuh dengan passion, Wigra
pun membawa kabar gembira yang menyatakan bahwa dirinya akan ditugaskan ke
Washington DC oleh kantornya. Dan satu hal yang membuat mereka akhirnya happily
ever after adalah they will live together as an independent family in
foreign country. What a news!! Ternyata semua ujian hidup yang memaksa
Hannah untuk meninggalkan karirnya di perusahaan multinasional dan
bertransformasi sepenuhnya menjadi seorang ibu yang baik untuk Razsya serta
Wigra yang jungkir balik bekerja dan selalu positive thinking dalam
menghadapi semua masalah terbayarkan sudah. Ibarat pohon, keluarga kecil itu
telah kokoh berdiri walau diterjang angin sekuat apapun. Mereka telah menemukan
jati dirinya sebagai satu keluarga yang utuh. Wigra-Hannah-Razya dari klan
Andhito.
Sejenak saya membayangkan diri saya
masuk ke dalam alur cerita. Beberapa tahun mendatang, mungkin saya akan menjadi
seperti Hannah. Karir cemerlang nan menjanjikan; sahabat dan teman kumpul; gaya
hidup modern dengan mall, midnite sale, kedai kopi, dan resto; hingga
liburan ke luar negeri. Apabila menikah dan memiliki anak. Apakah semua
kebutuhan pemenuhan ego masih dapat terpenuhi? belum lagi urusan kerjaan dengan
deadline yang menguras energi otak. Urusan asmara pun terbengkalai.
Walaupun jodoh di tangan Tuhan, namun apabila kita keasyikan berkutat dengan
pekerjaan hingga tersadar bahwa apabila sudah tua dan keluarga sudah tidak ada,
siapa yang mau ngurus saya? Semua pertanyaan tersebut seakan sudah terhapus perlahan-lahan
dalam memori saya tatkala menelaah pesan demi pesan dalam Rumah Cokelat. Seakan
tersihir oleh tata bahasa yang membumi, cerita yang mengalir apa adanya, dan
karakter tokoh idaman membuat saya membayangkan apa jadinya apabila saya
memiliki suami seperti sosok Wigra. Buru-buru saya menyusun rencana dan target hidup
yang dituangkan ke dalam proposal hidup dengan format saduran dari buku sakti
Jamil Azzaini yaitu Tuhan, Inilah Proposal Hidupku.
Akhir kata, saya sangat
merekomendasikan novel Rumah Cokelat ini kepada semua wanita muda Indonesia
baik yang belum menikah dan sedang menapaki karirnya di dunia kerja maupun yang
sudah menikah dan baru mendapatkan pengalaman baru menjadi
seorang ibu. Banyak ilmu baru yang saya dapatkan dari Rumah Cokelat ini
khususnya mengenai pilihan hidup bagi wanita karier di kota besar. Untuk wanita
yang membacanya, jangan lupa siapkan tissue sebagai persiapan bila hati merajai
logika sehingga perasaan menjadi tersentuh dan mengharu biru. Untuk para pria yang
ikut membaca karena dipinjami oleh teman wanitanya, mungkin bisa menjadi
referensi the future husband versi metropolitan dengan attitude
dan karakter yang didambakan oleh tulang rusukmu. Rumah Cokelat, memang rumah
yang hangat.
*image source : www.goodreads.com/rumah-cokelat
2 komentar:
Good review and nice blog :)
http://adrianadian.blogspot.com
tengkyu, adriana! I've read your blog. That's really supercool. If you don't mind, please follow my blog ya adriana.
Nice to meet you :)
Posting Komentar
what do you think, guys?