Minggu, 11 Agustus 2013

A message from heaven

         Idul Fitri. Ya, kali ini sedang santer-santernya saya berceloteh tentang Idul Fitri. Bukan karena saya dikejar deadline nan mencekik atau karena target yang harus ditepati, namun karena otak ini membutuhkan suatu ruang kreasi yang luas untuk memuntahkan diksi-diksi ke dalam jalinan kalimat dan paragraph.
                                                                                  …
        “Mintalah fatwa pada hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya, dan tenteram pula dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak dalam jiwa, dan ragu-ragu dalam hati, meski orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkanmu (HR. Muslim)”
          Hadist ini menjadi pembuka celotehan saya kali ini. Ya, tentang hati nurani. Tanyakan pada hatimu, apakah kau sudah ikhlas memaafkan kebatilan yang terjadi antara dirimu dan orang lain? Semua permasalahan pada dasarnya bersumber dari hati. Ada pepatah mengatakan, dalamnya lautan dapat dikira, dalam hati siapa yang tahu? Hati pun menjadi benang merah tema ceramah Salat Ied tahun ini. Seorang ustadz muda , yang saya taksir berumur 30an, mengantarkan materi ke khalayak ramai. Dengan bahasa santun dan membumi, beliau menuturkan sedikit banyak mengenai pemahaman sikap perbuatan umat yang belakangan mulai ditinggalkan. Konsisten dan Ikhlas dalam Kebaikan.
          Ada 3 poin penting yang dapat digarisbawahi dari ceramah singkat Idul Fitri. Pertama adalah Istiqomah dalam menjalani kebajikan. Satu kebajikan yang kita tanam, ribuan manfaat yang akan dituai. The bad seeds you plant, the worst you harvest! Sang ustadz mencontohkan kita sebagai muslim yang taat, berpuasa penuh, tiap jejak langkah diiringi dengan lantunan ayat suci dalam hatinya. Tak cukup jempol ini teracung akan ketaatannya pada Allah. Ramadhan telah usai, inilah waktu terberat, perjuangan terdahsyat melawan segala godaan. Melewati 11 bulan berikutnya dengan tetap istiqomah. Kedua adalah Jauhi perbuatan sia-sia. Alkisah, ada seorang wanita sebut saja bernama Fulan yang berprofesi sebagai pemintal benang. Setiap hari dengan rajinnya, ia pergi dari rumah dan menjalani sepanjang hari dengan pekerjaan rutin memintal benang. Entah karena terlalu rajin atau tak ada pilihan kegiatan lain, setiap kali ia selesai memintal dan menghasilkan gulungan benang, ia buka kembali gulungannya dan ia acak-acak untuk kemudian dipintal kembali. Pekerjaan sia-sia, stagnan dan tak ada hasilnya. Padahal, hidup yang hanya sekali ini apabila tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, tak akan ada prestasi dan perubahan dalam tiap fase. Waktu terbuang percuma, menyisakan penyesalan tak berperi. Sesungguhnya, seburuk-buruknya manusia adalah yang menyia-nyiakan waktu. Ketiga adalah menyangkut 5 pelajaran Ramadhan yang harus kita camkan dalam hati dan direalisasikan dalam sikap.
           Pelajaran pertama : hindari mencari sampai mengonsumsi harta haram. Ketika kita dihadapkan dalam dua pilihan sulit, yang wajib dipilih guna mempertahankan salah satu hingga salah empat-Ta anda, Harta, Tahta, Cinta, atau Wanita. Opsi jalan yang ditawarkan bukan main peliknya. Haruskah mempertahankan idealisme nurani atau berjalan dalam realitas hidup nan fana? Kebenaran adanya dalam kalbu, jadi jangan salahkan air ketika nasi bertransformasi menjadi bubur. (http://m.youtube.com:80/watch?v=GKOdvrBoHvc)
           Pelajaran kedua : Jauhi nafsu. Nafsu itu macam-macam. Ada nafsu baik ada juga nafsu buruk, walaupun kebanyakan nafsu berujung pada perbuatan negatif. Nafsu baik seperti sebuah passion yang membara untuk bekerja keras demi mengamini satu kata, sukses! Nafsu yang buruk, banyak contohnya, adalah nafsu kebinatangan. Nafsu baik bisa berubah menjadi buruk ketika caranya salah. Mau sukses, tikung kiri, sodok kanan. Mau mencapai 3-Ta, main belakang. Saat Ramadhan, saat malam, kita bersimpuh tersungkur di hadapan Allah. Siangnya, masih tetap maksiat terselubung. Apakah sikap tadi mencerminkan pribadi taat pada agama?
Pelajaran ketiga dan keempat : Ikuti kata-kata Allah dan tunduk pada perintah-Nya. Demi Masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran (QS : Al-Asr 1-3). Saat manusia dalam kekalutan akan cobaan dari Allah yang seperti tak hentinya mengalir, ia berdoa dengan khusyuk mengalahkan kantuk di sepertiga malam terakhir. Dekat sekali, sehingga para bidadari pun tak kuasa cemburu padanya. Setelah badai usai, ia seakan tak kenal Tuhannya. Berfoya menikmati kegembiraan yang seakan tak berperi. Tiap detik ingin dihabiskan dengan riak tawa, lupa awal apalagi akhir. Buku manual umat karya agung Allah digantikan oleh katalog-katalog  duniawi yang tak ada habisnya. Saat tiba waktunya, ia pun kembali bersimpuh, kini tersungkur, meminta ampunan, berharap tak ada kata terlambat. Sesungguhnya, Allah Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.
              Pelajaran terakhir adalah jauhi perbuatan dosa. Lagi-lagi soal waktu. Manusia hidup di dunia hanya sementara, dikendalikan oleh waktu yang semakin menyempit. Apapun profesi kita. Apapun aktivitas kita. Semua akan diminta pertanggungjawabannya. Hidup bagaikan perusahaan pribadi. Raga kita adalah mesin produksi, hati kita adalah staf ahli, dan sukma kita adalah direktur utama. Saat salah satu diantaranya tak berfungsi, maka bagian lain akan menggantikan tanggung jawabnya. Kunci adalah satu : Konsisten dan Ikhlas. Niscaya, produk yang dihasilkan akan baik, dinikmati oleh market, dan poin kekayaan pahala pun berlipat ganda. Hukum tersebut berlaku sebaliknya. Bila produk yang dihasilkan dicap sebagai produk gagal, maka prosedurnya harus dimusnahkan, tak dapat dilempar ke pasaran. Kerugian pun menyelimuti perusahaan. Bila terus menerus merugi, perusahaan akan bangkrut. Demikian pula tubuh kita. Makin menggunung dosa, makin celaka pula kita, keputusasaan datang mendera, calon siksa neraka. Astagfirullahal’adzim.
             Demikianlah. Sejatinya, kita sebagai makhluk Allah yang Esa memiliki prinsip untuk dapat selalu konsisten dan ikhlas dalam menjalani hidup ini. Tak lupa bergerilya menggenapi 3S, syukur, sadaqah, dan silaturahmi. Niscaya, 11 bulan perjuangan berbuah manis, bermuara di Ramadhan tahun depan, Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what do you think, guys?