Minggu, 12 Mei 2013

Thailand #3 : Temple versus Market


           Hari ini, 1 Mei 2013, diperingati sebagai hari buruh. Thailand menetapkan hari buruh sebagai hari libur nasional. Good for us to spend today to go to kinds of exotic palaces in Thailand. And we’re gonna get them all. Yihaa.. Seperti biasa, pukul 08.00, kami sudah dijemput oleh Mr. Lie untuk diantar ke Grand Palace. Tadinya, pagi hari Mr. Lie akan mengantar kita ke Grand Palace lalu siangnya sekitar pukul 11.00 Mr. Lie kembali ke hotel untuk menjemput Ibu Mulyorini ke bandara. Namun, karena dirasa kurang praktis karena harus bolak-balik, maka kami pun memutuskan untuk berangkat bersama dari hotel, kemudian mengantar kami ke Grand Palace dan langsung bertolak ke bandara. Lalu lintas Bangkok di pagi hari tidak seramai biasanya karena hari ini adalah hari libur. Namun, saat kami memasuki area Grand Palace, keramaian pun mulai terasa dengan banyaknya turis lokal dan mancanegara yang berkunjung ke istana. Saya dan rekan pun masuk ke dalam gerbang. Matahari sudah mulai menampakkan keganasannya. Ketika kami akan membeli tiket, kami lihat banyak sekali turis memadati istana. Kebanyakan diantara mereka menyewa guide atau ikut tour. Wah, kami hanya berdua dan agenda pun masih panjang, dengan area seluas Grand Palace, kami rasa satu hari full akan habis untuk menyusuri keelokan Grand Palace. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk mengunjungi tempat lain yaitu Wat Pho dan Wat Arun. Lokasi Wat Pho tidak jauh dari Grand Palace, yaitu tepat dibelakang kompleks Grand Palace. Karena turis belum terlalu banyak, maka kami dapat dengan leluasa berfoto dan melihat dari dekat Reclining Buddha yang menjadi daya tarik Wat Pho. Tiket masuk Wat Pho adalah 100 Baht setara dengan Rp. 35.000,- Reclining Buddha adalah Buddha raksasa berbahan emas dengan posisi berbaring, dipenuhi dengan lukisan-lukisan perjalanan Buddha di sekitarnya. Disini kami tidak menyewa guide, jadi fokus kami adalah mengumpulkan foto sebanyak-banyaknya. Kalau tidak sekarang, kapan lagi coba? Hehe. Di pintu masuk sebelumnya, kami menemukan ritual memohon berkah. Jadi, tiap pengunjung yang beragama Buddha sembahyang didepan beberapa patung Buddha, lalu tiap pengunjung menempelkan kertas minyak ke badan patung Buddha dengan tujuan agar kertas warna emas yang menempel pada tubuh patung Buddha terambil di kertas minyak untuk dijadikan sejenis jimat sehingga diharapkan berkah pun datang dari kertas tersebut. Seperti motto Wat Pho yang ditempel di depan gerbang bahwa Wat Pho berarti “Calmness is happiness”. Suasana sakral pun terpancar dari tiap jamaah Buddha yang melakukan ritual keagamaan. Apalagi di dalam ruangan Reclining Buddha pun terdapat mangkuk-mangkuk untuk menaruh koin-koin dengan tujuan sedekah bagi Buddha agar dibalas dengan keberkahan dan keberuntungan dalam hidup. Kami pun menyusuri tiap jengkal lahan Wat Pho. Semua didominasi dengan warna emas. Kompleks Wat Pho ini lumayan luas. Tiap gerbang membawa kita ke istana-istana kecil di dalamnya dengan stupa bermotif keramik Cina yang indah nian dipandang mata dan sama semuanya. Banyak turis yang mengabadikan seluruh keindahan Wat Pho, kebanyakan adalah turis dari Barat, namun banyak juga yang berasal dari Asia, seperti Indonesia contohnya. Yup, ditengah-tengah perjalanan, kami banyak menemukan turis Indonesia. Kebanyakan diantara mereka mengikuti tour bersama rombongan. Namun, karena hari pun semakin siang dan agenda masih banyak, maka kami pun bertolak ke Wat Arun yang bila dilihat dari peta, tidak terlalu jauh. Sepertinya.

Reclining Buddha
Taking for blessing


One palace in Wat Pho
                Wat Arun. Perlu waktu sekitar setengah jam untuk menemukan jalan menuju Wat Arun. Memang sih, di peta terlihat dekat, namun karena kami harus jalan kaki, maka terasa lumayan jauh juga. Perjalanan ke Wat Arun ini melewati pasar yang menjual berbagai souvenir dengan harga jauh dibawah Platinum Mall. Asik sekali, tawar menawar dengan penjual disini. Harga yang didapat pun lumayan miring. Cihuy. Setelah puas menawar dan saya memutuskan membeli hiasan meja berbentuk Buddha berbaring, Buddha bersemedi, gajah Thailand, serta aneka magnet, maka kami langsung tancap gas ke Chao Praya River Pier bernama Tha Tien Pier. Harga tiketnya hanya 3 baht saja. Wow. Kami menyebrang speed boat menuju ke Wat Arun. Suasana siang yang panas menambah kemilau Wat Arun di kejauhan. Kata orang sih, Wat Arun di waktu senja sebelum terbenam matahari itu paling eksotis untuk di foto. But, maybe next time, I’ll try it =D. Hanya perlu waktu 5 menit saja untuk menyebrangi arus deras Chao Praya. Sampailah kita di Wat Arun. Yuhuu. Tiket masuk ke Wat Arun hanya 50 Baht saja! Wat Arun ini merupakan kompleks Buddha yang populer karena dikelilingi dengan kuil-kuil yang masih aktif dihuni oleh para biksu. Saya sempat memfoto Biksu yang sedang bersemedi dan saya baru menyadari setelah pulang dari Wat Arun kalau memfoto Biksu itu dilarang di Thailand, karena termasuk tindakan tidak sopan. Oops, sorry =( Couldn’t knew about that prohibition. Wat Arun ini dijuluki sebagai Temple of The Dawn yang menurut cerita dari Mr. Thanakorn, bahwa dahulu King Rama V pernah berlayar menyusuri Chao Praya dan menemukan Wat Arun ini saat “dawn” yaitu saat dimana matahari akan terbit. Oleh karena itulah julukan itu melekat hingga sekarang. Wat Arun ini memiliki motto : “Have a prosperous life” yang ditandai dengan anak tangga yang sanagt banyak entah berapa ratus jumlahnya yang terbagi menjadi 2 bagian, bagian pertama sekitar setengah dari keseluruhan memiliki kemiringan sekitar 45 derajat, bagian kedua memiliki kemiringan hampir tegak lurus yaitu sekitar 85 derajat. Dengan suhu udara diatas 35 dc, saya hanya kuasa untuk menaiki tangga bagian pertama saja. Konon, di bagian kedua, puncaknya, pemandangan diatasnya sungguh menawan. Namun, daripada saya jatuh, kan tidak lucu, makanya saya hanya memandang saja dari bawah, berharap someday will visit this place again. Hehe. Setelah kaki sudah terasa agak pegal menuju kram, kami pun turun dan keluar kompleks. Apa yang kami lihat setelahnya? Traditional market again at all. Shopping time was never ending. The power of bargaining pun kami lancarkan. Namun, tak dinyana, harganya sok-sokan dinaikkan dan tak mau turun. Mungkin ini adalah efek dari banyaknya turis Barat yang mengunjungi Wat Arun sehingga kesempatan emas bagi para pedagang untuk mendapatkan untung setinggi-tingginya. Kami meninggalkan Wat Arun, menyebrang kembali pier dan mencari makan siang. Kami mencoba Pad Thai seharga 60 Baht, yaitu mie goreng ala Thailand. Beda dengan mie goreng Indonesia, Pad Thai ini menggunakan bumbu pecel sebagai penyedapnya dan tekstur mie-nya tidak sekenyal mie di Indonesia. Yang jelas sih, dalam segi rasa, mie goreng Indonesia tetap juara. Makan siang kami ditutup dengan buah mangga dingin yang dijual di gerobak-gerobak. Rasa mangganya manis dan gerobaknya bersih, plus murah pula hanya 20 Baht saja! Ah I love Thailand fruits at all!
Wat Arun in Chao Phraya River Viewpoint

"Stairs to heaven"
                Kami melanjutkan perjalanan menuju ke MBK yaitu Mah Bung Krong yang merupakan mall sekelas ITC Mangga Dua di Bangkok. Karena kami tidak tahu transportasi umum menuju ke MBK, kami pun bertanya ke beberapa orang. Sebagian besar tidak mengerti bahasa inggris. Akhirnya, orang terakhir yang kami tanya adalah tukang ojek. Walaupun dengan bahasa tarzan beliau menjelaskannya, namun kami mengerti dan memutuskan untuk mengikuti arah yang dijelaskan oleh sang tukang ojek. Pertama, kami harus berjalan ke arah gang (dalam bahasa Thailand, Gang = Soi) lalu kami akan menemukan halte bus. Disana, kami harus menunggu bus nomor 48 jurusan MBK- Siam Road dengan tarif 14 Baht. Dan akhirnya berhasil, kami naik bus yang kosong sehingga dapat tempat duduk. Busnya mirip busway, namun lebih luas dan lebih dingin Acnya. Hehe. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 14.30, maka saya pun harus menunaikan sholat di dalam bus. Penumpang lain pun memperhatikan dengan aneh. Ya, sama seperti saya memperhatikan para jamaah Buddha yang sedang bersembahyang dan meminta berkah dari kertas emas. Untukku agamaku, untukmu agamamu. Just respect each other and life will show its beautiful indeed. Satu jam kemudian, sampailah kami ke MBK. Setelah survey harga, kami memutuskan untuk mencari berbagai souvenir dan kaos ke Pratunam Market. Berbekal informasi bus yang harus kami naiki dari resepsionis MBK, maka kami pun menunggu bus nomor 113 yang lewat Pratunam Market. Tarifnya lebih murah lagi yaitu 11 Baht saja! Setengah jam perjalanan, kami diturunkan di depan bangunan mall dekat Pratunam Market. Kami menemukan banyak sekali pedagang kaki lima menjajakan dagangannya. Mulailah kami mencari kaos ala Thailand untuk oleh-oleh. Satu pedagang menawarkan kisaran harga 75-85 Baht. Bagaimana kami tidak tergiur dengan perbedaan harga hingga 20 Baht dari MBK? Akhirnya, the power of bargaining and choosing the best things pun kami lancarkan. Saya membeli 5 buah kaos aneka ukuran dari S hingga L size. Semuanya hanya 370 Baht! Bayangkan apabila saya membeli kaos di MBK, 1 kaos dibanderol dengan harga 99 Baht, 5 kaos 495 Baht. Gapnya adalah 125 Baht! Lumayan buat membeli table-matches atau bros bentuk gajah *wink* Banyak sekali yang dapat dibeli di Pratunam Market. Kalau saja saya tidak berpikir bagaimana membawa semua barang ini hingga dipacking ke koper, maka saya akan lapar mata memborong semuanya. Ah, wanita-wanita, matanya susah berpaling kalau sudah menemukan barang murah hasil perjuangan tawar menawar. Hehe. Setelah puas (walaupun dalam hati masih ingin berjibaku lagi =D) kami menyebrang ke Platinum Mall untuk melihat baju dan aksesoris serta makan malam. Pertama, kami ke food court memilih makanan yang paling menarik. Karena banyak diantaranya yang menjual pork, maka saya dan rekan memutuskan untuk makan KFC seharga 59 Baht. Hot and Spicy Chicken adalah pilihan kami. Rasanya? Hmmm..Thailand banget pokoknya! Ayam goreng crispy dipadu dengan daun ketumbar, basil, dan wijen. Gurih, pedas, asam, dan wangi rempah. Empat kata untuk KFC ala Thailand ini. Sepertinya cukup sekali saya makan KFC ini. Kurang matching sih menurut saya. But it’s okay for new culinary experience. Setelah makan dan jalan-jalan, kami pun pulang dengan pilihan naik taksi hingga hotel. Tadinya, kami ingin mencoba naik BTS dekat Platinum Mall, namun karena jarak yang lumayan jauh dan hari sudah gelap, akhirnya pilihan terakhir kami adalah taksi pink ala Thailand. 300 Baht pun ditawarkan oleh supir taksinya mengingat jarak hotel diluar Bangkok sehingga argometernya tidak mencukupi. Ya, okaylah. Not bad. Supir taksinya pun lumayan bisa berbahasa inggris dengan logat Thailand seperti biasa sehingga telinga harus dipasang baik-baik agar tidak salah paham. Satu jam perjalanan kami lalui, pukul 21.30, kami sampai di hotel. Badan sudah agak pegal dan kaki sedikit kram. Sleeping very tight was the best choice of us. Banyak pengalaman yang telah kami dapatkan hari ini dari mulai pengalaman berinteraksi dengan masyarakat asli Thailand, pengalaman naik bus umum, hingga pengalaman menawar harga hingga semurah mungkin, dan kami menutup hari Rabu ini dengan indah. Mendapat pengalaman, foto keren, sekaligus barang souvenir murah. Thank you people, all of you made our day so colorful. Being a backpacker is the best for me, to broaden all of information, captured some experiences, and push my minds to think out of box yet more creative. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what do you think, guys?