Seminggu di Medan, tak
menyisakan kebosanan yang berarti untuk saya. Bukan hanya karena pekerjaan yang
jumlahnya banyak dan secara parallel dikerjakan terus menerus, namun karena
beberapa hal unik yang saya temui selama di Medan. Selama di Medan, saya
dihadapkan dengan banyak hal yang membuat saya mengernyitkan dahi hingga
tertawa lebar. Mulai dari mayoritas penduduknya hingga makanan yang dimakan pun
unik, menarik, dan menggelitik. Tak dinyana, Indonesia ternyata kaya sekali.
Beruntung bisa berkunjung, memandang heran hingga mencicipi panganan. Semua
lengkap di Medan.
Di sepanjang jalan menuju
pabrik di Lubuk Pakam dari Bandara Polonia, kemudian pulang kembali ke hotel
yang terletak di kota Medan, saya terheran-heran dengan suasana jalanan yang
lengang. Baik pagi, siang, hingga malam, jalanan sangat bersahabat. Macet pun
paling karena lampu merah yang mengantri. Itu pun paling lama 30 menit saja.
Jumlah penduduk yang seimbang menjadi salah satu alasannya. Kalau di Jakarta,
macet 30 menit itu adalah keajaiban, walaupun tak sebanding memang bila
membandingkan Jakarta dengan Medan. But, it’s okay just for hope.
Pertokoan pun hanya beroperasi hingga pukul 18.00 saja. Pada malam hari, hanya
toko makanan saja yang buka dan emperan toko pun banyak disewakan untuk menjual
berbagai jenis makanan, dari yang khas hingga yang impor dari pulau atau negeri
seberang, dari yang halal hingga non-halal semua lengkap dijajakan sampai
tengah malam. Sepanjang hari selama seminggu, saya merekam banyak aktivitas
unik ala Medan. Karena saya belum sempat berkunjung ke wisata sejarah seperti
istana Maimoon, Tjong A Fie, Brastagi, hingga Danau Toba, maka pengalaman saya
hanya terbatas dari Lubuk Pakam hingga Medan saja. Mungkin suatu saat bisa
berkesempatan mengunjungi wisata lain.
Keunikan pertama yang saya
rekam adalah penduduk. Penduduk Sumatera Utara sangat beragam, bahkan kakek
saya pernah mengklaim bahwa Sumatera Utara adalah pulau yang paling kaya dengan
ragam penduduknya. Dari suku melayu yang mayoritas muslim, suku Batak dengan
bermacam jenis marga, tradisi, makanan, face-looking, dan agama, serta
suku campuran dan pendatang dari pulau lain. Watak mereka pun agak keras dan
agak sulit untuk mengikuti pendapat atau faham orang lain, namun apabila mereka
sudah menumbuhkan rasa saling percaya diantara kita, maka mereka mudah diajak
kerjasama.
Keunikan kedua yang saya
temui adalah bahasa dan logat bicara. Saat saya sampai di Medan, logat bicara
sang supir yang khas dengan penekanan di tiap katanya serta suaranya yang keras
membuat kita, orang Jawa, harus banyak beradaptasi dengan budaya tersebut.
Kemudian, kecenderungan untuk mempertahankan pendapat dan mempersuasikan
situasi agar kita setuju dengan opini mereka. Karena saya pun memiliki teman
kuliah yang berasal dari Medan, maka rasa adaptasi saya pun sudah timbul saat
pertama kali bercengkrama mereka. Selain logat, hal yang membuat saya kaya akan
kosakata baru adalah bahasa. Sebenarnya, bahasa yang digunakan masih sama-sama Bahasa
Indonesia, namun ada beberapa istilah yang artinya jadi lucu dan rancu bila
dibandingkan dengan bahasa sehari-hari kita di Jakarta/Jawa Barat. Terdapat
lebih kurang 15 kosakata yang maknanya berbeda dengan bahasa sehari-hari saya :
Ikan = Ayam ; Minyak =
Bensin ; Galon = Pom bensin ; Kereta = Motor ; Pajak = Pasar ; Bontot = Bekal ;
Semalam = Kemarin ; Sikit = Sedikit ; Klean = Kalian ; Plaza = Mall ; Jalan
darat = Jalan biasa (bukan Toll) ; RBT (Rakyat Banting Tulang) = Ojek ; Sudako
= Angkot, Bemo ; Ganyang = Gado ; Dayung = Kayuh
Kalimat 1 : “Semalam, aku
mengisi minyak kereta di galon”
Kalimat 2 : “Gaji 1,5 juta
dapat dipakai untuk menyicil kereta”
Coba kita terjemahkan dengan
Bahasa Indonesia yang kita gunakan. Pada kalimat pertama, berarti bahwa tadi
malam aku membeli minyak (goreng) yang diisi menggunakan galon (air mineral)
untuk dipergunakan oleh kereta. Kalimat kedua berarti, dengan gaji 1,5 juta
kita dapat menyicil untuk membeli kereta. Banyak kejanggalan yang terjadi
bukan? Yup!! Pertama kali saya mendengar kata-kata tersebut, rasanya lucu. Masa
minyak goreng di taruh di galon? Untuk kereta pula? Menyicil kereta? Hahahaha.
Namun, bila kita membuka kamus kata yang digunakan oleh warga Medan, maka baru
masuk akal bahwa kemarin, aku mengisi bensin untuk motor di pom bensin dan gaji
1,5 juta dapat digunakan untuk menyicil motor. Memang, butuh paling tidak dua
hari untuk mengadaptasikan telinga dan membiasakan lidah untuk mendengar dan
mengucapkan kata-kata tersebut. Sering kali beberapa kali harus berpikir dalam
menerjemahkan istilah asing yang baru saya dengar. Setidaknya, saya bisa
berbaur dengan mereka.
Lain ladang lain belalang,
lain pula adat istiadatnya. Di lingkungan pabrik dan sekitar hotel, suasana dan
bahasa yang digunakan lain sekali. Karena mayoritas warga adalah keturunan
Tionghoa, maka bahasa yang digunakan pun bahasa Hokkian. Logatnya cepat,
seperti menonton film mandarin dan korea yang ditayangkan di televisi. Entah
apa artinya. Mau menggosip dan membicarakan pun, saya tetap tak mengerti.
Namun, selama seminggu itu, saya dapatkan 2 istilah Hokkian, yaitu Teh Tong
(teh pahit panas) dan Bo-Kang-Kau (menambah kerjaan saja!). Lumayanlah. Untuk
menambah referensi ketika curi dengar Tionghoa mengobrol, walau tak mumpuni
juga. Hehehe.
Satu minggu, Dua keunikan.
Mungkin bila berkesempatan untuk berlibur di Medan, menyusuri tempat unik
disana, terdapat puluhan keunikan lain yang akan tereksplor. Tak bermaksud
SARA, hanya sekedar sharing pengalaman saja. Syukur saya dapat mencicipi
secangkir keindahan alam Indonesia. Sambil memandangi sawah yang masih
terhampar luas bak permadani, burung-burung yang berbaris rapi kala senja
menjelang, serta langit senja yang cerah mendukung tiap langkah menyusuri jalan
tanpa hambatan, dengan ditemani lantunan lagu Indonesia Pusaka karya Ismail
Marzuki, saya merasa sangat beruntung dapat merasakan udara di belahan Indonesia lain. Lirik Indonesia Pusaka, sungguh menggetarkan jiwa, merasuk ke dalam sukma, dan tanpa sadar menyatukan kembali semangat lama yang terpencar berkeping-keping, menjadi kristal semangat baru, semangat muda Indonesia!!
Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa
Reff :
Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir menutup mata
Sungguh indah tanah air beta
Tiada bandingnya di dunia
Karya indah Tuhan Maha Kuasa
Bagi bangsa yang memujanya
Reff :
Indonesia ibu pertiwi
Kau kupuja kau kukasihi
Tenagaku bahkan pun jiwaku
Kepadamu rela kuberi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do you think, guys?