Every of us has leading factors that conduct our activities and decision we've made. The difference is using it wisely or emotionally.
Quote diatas adalah salah satu buah pemikiran saya tentang kepemimpinan yang saya alami dewasa ini. Era profesional yang saya hadapi sekarang menggiring saya ke dalam sebuah sistem dalam organisasi dimana pastinya memiliki struktur organisasi dari jabatan tertinggi hingga terendah. Jabatan tertinggi pasti dipegang oleh seseorang yang memiliki kuasa dan kekuatan untuk mempengaruhi, merubah, dan mengambil keputusan terhadap suatu hal atau masalah. Biasanya yang tua yang dipercaya untuk jadi pemimpin karena pengalaman atau yang muda yang punya kekuatan politis yang dapat naik dan memimpin. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa demokrasi pun telah mengubah pandangan tersebut. Everyone, old or young person, is free to being a leader.
Saya mengenal organisasi sejak saya duduk di bangku sekolah menengah. Kala itu, aktivis organisasi sekolah dianggap keren karena dapat berkontribusi langsung dalam perubahan sistem ke arah yang lebih baik, mengimplementasikan ide bertajuk pentas seni yang sarat akan sponsor, kemeriahan, dan bintang tamu, serta tentu saja jadi lebih dikenal oleh semua warga sekolah. Organisasi ini berlanjut hingga di dunia perkuliahan. Organisasi dengan semua problematika didalamnya, pemimpin yang inspiratif dan influencer, serta realisasi idealisme membangun langkah untuk Indonesia yang lebih baik adalah daya pikat mahasiswa untuk turut serta dalam suatu organisasi. Tidak hanya numpang eksis, tapi juga berkontribusi secara masif. Selain itu, teori dasar tentang kepemimpinan pun sering didapatkan di tiap subjek perkuliahan manajemen. Atas dasar teori versus organisasilah saya memulai idealisme saya tentang pemimpin yang saya harapkan didapat ketika saya lulus, memulai kerja profesional.
Gayung pun bersambut. Karir awal saya dimulai di perusahaan skala nasional. Ekspektasi saya tentang seorang pemimpin ideal masih tertanam di benak bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki LC2 yaitu Leading, Coaching, Controlling. Leading bermakna menjadi seorang pemimpin yang dapat memimpin kelompoknya menuju win-win solution. Coaching berarti bahwa pemimpin dapat membimbing kelompoknya sehingga tiap anggota memiliki visi dan misi yang sama dalam mencapai target yang ditentukan, bukan hanya hasil yang didapat namun tiap anggota memperoleh suatu value dan passion yang secara tak langsung dapat meningkatkan performa dan pengembangan diri ke arah yang lebih baik. Controlling adalah melakukan monitoring dan menjaga agar kinerja anggota stabil di titik tertinggi, apabila ditemukan suatu masalah yang berpotensi menurunkan kinerja, maka pemimpin ini melakukan cross-check dan sharing segala macam uneg-uneg para anggotanya serta selalu menjadi problem solver. Peran pemimpin ini tidak sekedar hubungan profesional saja, namun lebih dari itu. Pemimpin dapat berperan sebagai guru yang tak menggurui, teman, hingga orang tua. Demikianlah idealisme saya tentang pemimpin yang saya sangat harapkan dapat hadir menjawab teori kepemimpinan yang selama ini saya pelajari.
Seiring berjalannya waktu, ternyata tidak semua yang kita inginkan dapat terwujud dengan mulus di dunia nyata. Idealisme tentang pemimpin pun agak tergerus kenyataan. Dari meeting ke meeting serta kerjasama yang dijalin tenyata membuahkan sebuah kesimpulan. Dua dari sekian banyak manager, memenuhi kriteria pemimpin ideal menurut saya. Beliau seorang yang pintar dengan idealisme yang tinggi, ber-attitude baik, berwibawa, membimbing para staffnya menuju ke arah yang lebih baik, mau berkorban demi kemajuan staffnya, serta membaur dengan semua golongan. Yang lainnya sih kebanyakan main aman saja, yang penting posisi saya aman, tidak ada yang mengganggu dan kondisi organisasi terkendali dengan baik. Beliau-beliau belum sadar tentang siapa yang sedang beliau pimpin. Mereka bukan barang atau mesin yang sekali setting langsung jalan. Mereka itu manusia yang memiliki perasaan dan pikiran. Bimbinglah mereka, perlakukan mereka layaknya memperlakukan diri sendiri, biarkan kreativitas mereka berkembang seiring waktu, serta motivasi mereka untuk maju dan berkembang, jangan seumur hidup dibiarkan monoton saja, galilah potensi mereka untuk capai kinerja yang lebih dan lebih baik dari sebelumnya.
Menyadur tweet @YoungOnTop tentang perbedaan antara manager dan pemimpin, manager get the things right instead of leader get the right things, manager memastikan semua hal berjalan dengan baik sedangkan pemimpin menentukan semua hal berjalan dengan baik. Jadi intinya, manager hanya menyuruh staffnya mengerjakan pekerjaan kemudian memastikannya, apabila ada masalah kebanyakan malah menyalahkan sedang pemimpin membimbing staffnya sesuai pekerjaan yang ia tugaskan kemudian mengontrol perkembangannya, apabila ada masalah ia langsung turun tangan mencari solusi bersama staffnya dengan didasari rasa saling menghargai dan keterbukaan.
Selain itu, perbedaan lainnya terlihat dari gambar dibawah. Pemimpin, dengan kharismanya dapat menumbuhkan minat dan keinginan anggota kelompoknya untuk terus berkarya, berlomba-lomba merealisasikan ide kreatifnya. Namun, seorang manager hanya membuat seseorang melakukan job descriptionnya saja tanpa mendukung pengembangan diri staffnya sehingga lama kelamaan staffnya pun bekerja tanpa hati, hanya demi uang semata, kreativitasnya perlahan mati tanpa mau tumbuh kembali.
Lewat goresan suka-suka ini saya hanya menyampaikan pendapat hati tentang pemimpin dimata saya. Bukan bermaksud mencela dan men-judge diri orang lain buruk, namun saya dapat belajar banyak dari orang lain bahwa apabila suatu saat saya, kamu, dan kita menjadi seorang pimpinan di organisasi apapun dan dimanapun, jadilah pemimpin karena pimpinan belum tentu seorang pemimpin sedangkan pemimpin pasti adalah seorang pimpinan. You decide what you will be laters on. Watch out your steps and be carefull of your position. Happy working!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do you think, guys?