Satu lagi film
lokal yang membuat bulu kuduk merinding disko. Bukan karena horror yang sedang
hits menjamur di bioskop kesayangan tiap kota, namun karena judul film karya
sineas muda tanah air yang membawa angin segar bagi perkembangan perfilman
Indonesia. Ide yang diangkat pun tak muluk-muluk. Biografi tokoh besar, sang
jenius pencetus industri pesawat terbang pertama di Indonesia, Prof. DR (HC)
Ing. Dr. Sc. Mult Bacharuddin Jusuf Habibie, Bapak Teknologi Indonesia. Film
tersebut diadaptasi dari buku biografi best-seller dengan judul yang sama.
Walaupun (lagi-lagi) saya belum berkesempatan untuk membaca sebelum
menontonnya, namun saya yakin ceritanya pun pasti hidup. Lha wong
biografi tokoh besar, masa dibuat-buat? Namun (lagi-lagi) satu yang pasti bahwa
apabila kita ingin mengetahui detail kisahnya, maka bukulah jawabannya. No
other things can replace the power of book, even more the movie. It just can
visualize the story into reality setting, not your imagination.
Film
ini berkisah tentang perjalanan hidup Habibie dari masa muda hingga masa
lanjutnya. Adegan awal dibuka dengan flash-back tentang masa sekolah
seorang Habibie dan awal pertemuannya dengan Ainun. Mereka satu SMA dan
sama-sama memiliki otak encer. Mereka melanjutkan perkuliahan di universitas
dan jurusan yang berbeda. Habibie muda memilih jurusan Teknik Mesin di ITB dan
melanjutkan hingga jenjang S3 di Jerman sedangkan Ainun muda memilih mengabdi
menjadi dokter. Mereka bertemu muka kembali setelah sekian lama. Habibie muda
berniat melamar Ainun dan menikahinya. Rencana beliau berjalan mulus. Ainun
dipersunting Habibie dengan adat jawa bernafas islami. Kehidupan awal
pernikahan, mereka jalani di Jerman. Habibie yang kala itu sedang dalam proses
menyelesaikan kuliah S3-nya pun harus bahu membahu menafkahi keluarga kecilnya,
dengan proyek dan mengajar. Bermodalkan kejeniusan dan kerja keras, mereka
dapat bertahan hidup di Jerman. Kesederhanaan dan saling menghargai adalah
kunci kelanggengan kehidupan di negeri seberang. Setelah dikaruniai dua anak,
Ainun memutuskan untuk bekerja kembali, mengabdi menjadi dokter di Jerman. Pada
saat yang bersamaan, Habibie yang pada saat itu telah merampungkan S3-nya menyurati
Pemerintah Indonesia. Beliau berniat untuk pulang ke Indonesia, mengabdikan
diri dengan memajukan infrastruktur Indonesia yang saat itu menjadi fokus utama
pemerintah. Namun nihil, penawarannya ditolak. Ia pun memutuskan untuk mencari
pengalaman bekerja di sebuah industri di Jerman. Hingga akhirnya, doanya pun
terkabul. Ia diminta oleh pemerintah Indonesia untuk mendarmabaktikan ilmunya
di Indonesia. Jiwa nasionalisme yang ia pendam dalam hati, menyeruak keluar,
menggebukan tiap degub jantung menjadi semangat yang menderu. Bermodalkan tekad
membara dan ide brilian, ia pulang ke Indonesia disusul oleh Ainun dan
anak-anaknya. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) di Bandung adalah awal
mula implementasi kejeniusan seorang Habibie. Kerja keras, pantang menyerah,
dan dedikasi tinggi terhadap bangsa adalah modal utama yang membuat pesawat
N250, pesawat pertama karya anak bangsa diluncurkan pertama kali pada tanggal
10 Agustus 1995. “Saya berjanji suatu hari nanti, saya akan membuatkanmu
truk yang bisa terbang” Janji Habibie pada Ainun terbayarkan sudah. Setelah
mendulang sukses dengan pesawat N250, Habibie pun dipercaya menjabat sebagai
Menteri Riset dan Teknologi merangkap sebagai kepala Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT). Ketika menjadi Menristek, Habibie
mengimplementasikan visinya yaitu membawa Indonesia menjadi negara industri
berteknologi tinggi. Dibawah kepemimpinannya, Indonesia memiliki industri
strategis seperti IPTN, Pindad, dan PAL. Selama 20 tahun menjadi Menristek,
melalui Sidang Umum MPR, Habibie terpilih menjadi Wakil Presiden Indonesia ke-7
pada tanggal 11 Maret 1998. Tak lama dari itu, Soeharto mundur dan digantikan
oleh Habibie sebagai Presiden RI. Bertepatan dengan momen tersebut, Indonesia
sedang dilanda krisis ekonomi. Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, lama-lama
akan tercium juga. Demikian kiasan yang menggambarkan kondisi Indonesia era
1998. Eksklusifisme, otoriterisasi, bercampur dengan praktik Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme dibungkus dalam kemasan apik nan menawan sehingga menipu para
insan yang merasakan. Semua terasa murah dan murah. Dibalik itu semua, hutang
menggunung. Politik seakan permainan berduit yang menjanjikan. Demikianlah,
pemerintahan selanjutnyalah yang menjadi korban. Reformasi pun membuncah hebat bagai
luka bisul yang tiba-tiba pecah dan bernanah. Banyak pro dan kontra dalam
kebijakan yang dibuat semasa pemerintahan Habibie. Carut marut sendi
pemerintahan Indonesia baru terungkap. Pada putaran pemilihan presiden
berikutnya, Habibie tak mencalonkan diri. Beliau memilih untuk menghabiskan
masa hidupnya di Jerman. Bulan madu kembali sambil mengenang masa muda di
Jerman bersama Ainun. Pada masa inilah, Habibie ingin menghabiskan detik demi
detik bersama Ainun, istri yang telah dengan setia mendampingi, menjaga, dan
mendukung tiap langkahnya. Namun, ternyata ada hal yang selama ini Ainun tutupi
dari Habibie yaitu mengenai kesehatannya. Ia divonis dokter mengidap kanker
ovarium stadium 4. Hal ini membuat Habibie merasa bersalah. Beliau habiskan puluhan
tahun untuk mengurusi karier dan mengabdi untuk bangsa, Ainun pun dengan
telaten mengurus dirinya, tak pernah lupa mengingatkannya untuk minum obat dan
menjaga kesehatannya. Ainun tak pernah mengeluh walaupun ternyata ia dalam
keadaan sakit. Menghadapi kenyataan tersebut, Habibie tak mau membuang waktu.
Beliau bawa Ainun ke Jerman untuk pengobatan. 9 kali operasi dan puluhan obat
yang sudah masuk ke dalam tubuhnya. Kanker telah menyebar ganas. Manusia hanya
berusaha dan Tuhan yang menentukan. Pada tanggal 22 Mei 2010, 10 hari setelah
ulang tahun pernikahan mereka, Hasri Ainun Besari Habibie meninggal dunia di
LMU Klinikum Munchen, Jerman. Ainun Habibie memang sudah tiada, namun
kesetiaannya mendampingi suaminya di tiap kondisi kehidupan menjadi pelajaran
yang patut dicontoh oleh setiap istri dimanapun. Beliau adalah manifestasi dari
sebuah pepatah kuno, dibalik kesuksesan pria ada wanita hebat dan sabar
dibelakangnya.
Film
yang berdurasi kurang lebih 140 menit ini menyedot perhatian sebagian besar
warga khususnya masyarakat kota kecil seperti Bogor untuk menontonnya. Kenapa
saya bisa bilang begitu? Menurut survey kecil-kecilan yang saya buat sendiri
bahwa di salah satu bioskop 21 termurah di Bogor, untuk jadwal tayang pukul
17.05 tiketnya telah habis terjual dari jam 13.30. Ini bukan pada saat premier
saya menyurveinya, bukan pula saat tanggal
merah, namun pada hari Sabtu 3 hari menjelang pergantian tahun. Dalam hati
kecil, saya heran dengan membludaknya jumlah penonton. Namun, ketika saya
analisa kembali, mungkin salah satu alasannya adalah masyarakat urban sudah
bosan dengan deretan pilihan film Indonesia yang ditawarkan di bioskop. Dari
semua genre, film horror dan humor berbalut adegan seksi para artis
wanitanyalah yang mendominasi, menduduki peringkat wahid. Rasanya terlalu rugi
mengeluarkan kocek 25 ribu rupiah hingga 50 ribu rupiah untuk menonton film
demikian. Hello, Movie Crew! The audiences need inspirational and
educational movie. Habibie-Ainun is an answer. We want more!
Kisah Habibie dan
Ainun merupakan perjalanan hati menapaki sebuah cinta sejati. Rasa nasionalisme
yang memang ada di dalam jiwa Habibie menjadikan cinta sejati tersebut menyebar
bagai virus ke dalam sendi tiap insan yang menyaksikan. Kisah mereka pun memberikan
pelajaran yang berharga bagi siapa pun. Beliau bersekolah dan meniti karier
dari bawah di negeri seberang, tanpa beasiswa. Namun, ia tak lekas balas dendam
dengan kalap mencari materi berlimpah dan tahta menggiurkan. Memang, kekurangan
pemerintah Indonesia adalah kurangnya penghargaan bagi anak bangsa brilian seperti Habibie sehingga tak sedikit diantara
mereka yang memilih untuk berkarya dan menetap di luar negeri, lupa akan tanah
airnya. Namun, mengeluh sebelum menghasilkan karya hanya akan mematikan
kesempatan dan bertransformasi menjadi kesempitan. Contohlah semangat
nasionalis Habibie, panutlah setia dan sahaja Ainun.
Film garapan Hanung
Bramantyo, Habibie dan Ainun, berhasil menutup tahun 2012 ini dengan sebuah
inspirasi nasionalis nan mendidik. Habibie dan Ainun telah membawa semangat
juang baru bagi kita semua untuk menyongsong awal tahun 2013. “Tak perlu
seseorang yang sempurna, cukup temukan orang yang selalu membuatmu bahagia dan
membuatmu berarti lebih dari siapapun” -B.J.Habibie
Habibie-Ainun
: Cinta sejati memang tak akan pernah mati.