Rabu adalah hari ditengah minggu yang tak banyak orang menyukainya. Alasannya simpel, karena weekend masih lama dan pekerjaan semakin menumpuk. Demikian halnya dengan saya. Sebagai seorang kontributor baru –begitu saya menyebutnya—sebuah perusahaan asli Indonesia, tenaga dan pikiran memang harus terforsir untuk menyelesaikan semua tanggung jawab. Namanya saja tanggung jawab, maka kitalah yang harus menanggung dan menjawab apapun secara sekaligus. Namun, spontanitas diperlukan untuk sebuah inovasi, a rechargable passion.
Rabu ini adalah Rabu yang tidak biasa. Saya menggaransikan hari ini untuk sebuah spontanitas penyegaran bersama teman. Tidak muluk-muluk, hanya sekedar menuntaskan hobi sosialisasi dan menonton film action. Semua keasyikan tersebut berawal dari suatu ide spontan seorang teman. Seperti biasa, di tengah ganasnya angin laut dan bingkai matahari sore yang redup, kami bercengkarama menghabiskan hari menuju ke peraduan masing-masing. Seorang teman bercerita tentang film yang dibintangi oleh artis kaliber, Will Smith dan Tommy Lee Jones, yang baru tayang di bioskop. Spontan ada yang berceletuk untuk menyambangi pertunjukan Sang Agen Rahasia di bioskop terdekat dan tanpa diduga semua menyetujuinya. Pluit Junction kami pilih untuk merehatkan pikiran sejenak dengan melihat aksi-aksi legendaris nan menghibur dengan tarif yang relatif lebih murah. And the show has begun with kinds of fascinating drama. A sophisticated afternoon after all.
Puas merelaksasikan pikiran, melemaskan otot rahang, dan memicu endorphin untuk menyeruak keluar menerbangkan kebahagiaan hingga puncaknya, kami memutuskan untuk pulang ke tempat singgah masing-masing. Kami mengantarkan salah satu rekan ke rumahnya yang tidak jauh dari pusat perbelanjaan bagian utara ibukota. Udara malam yang menusuk ditambah kelamnya malam yang mencekam tidak menyurutkan semangat kami untuk mengisi perjalanan dengan segudang cerita hidup. Entah bagaimana awal mulanya, kami yang sebenarnya belum terlalu membuka diri untuk saling menyelami cerita hidup masing-masing, pada malam itu semua opini dan pengalaman pribadi terkuak lebar. Keakraban pun tiba-tiba muncul menyelimuti perjalanan. Dimulai dari rahasia hubungan antar dua insan dalam satu departemen yang ternyata bertepuk sebelah tangan. Sang lelaki mengharapkan balasan dari perhatian yang telah bertahun-tahun ia pupuk di hati Sang Gadis pujaan. Namun, Dewi Fortuna belum berpihak padanya. Perasaan Sang Gadis terhadap lelaki tersebut tidak lebih hanya sekedar teman biasa. Sakit memang, namun sebuah perasaan ibarat sebuah gembok dan kuncinya. Tidak dapat dipaksakan apalagi memaksakan. Alur cerita pun berkembang ke arah pengalaman percintaan masa lalu dan masa kini. Tanpa diminta, secara bergantian cerita cinta mengalir keluar dari lubuk hati masing-masing, mulai dari pertanyaan : by the way, kamu udah punya pacar? Dari kapan pacarannya? hingga beranak pinak dengan saling bertukar pikiran, masalah, dan solusi atas hubungan yang pernah dan sedang dijalankan. Acara refreshing tersebut pun beralih menjadi sesi curcol—curhat colongan—versi kawula muda.
Tersebutlah sebuah gita cinta saat kuliah di sebuah kota yang dijuluki kota pelajar. Sang pemuda ini mendambakan suatu hubungan berkomitmen dengan Sang Gadis impian. Dan cintanya terbalaskan sudah. Mereka menjadi sepasang kekasih dalam balutan kasih sayang dua insan. Waktu terus berlalu dan usia hubungan cinta pun semakin bertambah. Di tengah jalan dalam perjalanan jalinan cinta, kerikil-kerikil kecil mulai berdatangan. Mulai dari pernyataan putus dari Sang Gadis yang berlangsung tiap bulan saat insiden mood-swing terjadi hingga kedekatan Sang Gadis dengan teman laki-lakinya yang notabene teman seperjuangan kuliahnya. Sang pemuda terus berjuang mempertahankan hubungan tersebut dari angin badai yang menghadang. Namun, pada suatu titik, pertahanan Sang Pemuda akhirnya goyah. Mereka bubar di tengah jalan. Ketika Sang Pemuda sadar bahwa kekasihnya telah menjadi milik orang lain, ia pun terus menyakiti dirinya sendiri dengan berbagai cara. Tak mau kehilangan namun tak mau teringat kembali, inilah dilema yang kerap menghantui pikiran dan hidupnya hingga beberapa bulan ke depan. Ia layaknya zombie, hidup segan mati tak mau. Ia meninggalkan kosan dan memutuskan hidup di jalanan dengan bekal serta kondisi seadanya. Kamar kosan seperti neraka baginya karena menyimpan semua memori indah bersama Sang Mantan. Rutinitas terus berjalan dengan semangat yang terbuang entah kemana. Hingga suatu hari ia diganggu oleh lelaki pilihan mantannya. Ia dikirimi pesan singkat bertubi-tubi saat dini hari berisi ancaman agar tidak mengganggu mantannya. What an annoying!! Ia bersikeras untuk menemui lelaki perebut kekasih hatinya dan menuntaskan angkara secara jantan. Dan disitulah titik balik dari semua penyesalan. Ia memang sangat menyayangi Sang Gadis, mantannya hingga sulit melupakan detik demi detik bersamanya. Perasaan cintanya sudah tertancam dalam ke hati Sang Gadis. Namun, sebuah gembok hanya dapat dibuka oleh pasangan kuncinya. Demikian pula dengan perasaan. Sebuah perasaan tidak dapat dipaksakan apalagi memaksakan. Inilah jawaban dari kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dimana ketika suami dengan tega memukul istri dan berselingkuh dengan wanita lain, Sang Istri tidak mau meninggalkan suaminya karena rasa cinta Sang Istri tulus tanpa pamrih.
Perjalanan membawa kita ke ruang dimensi berbeda yang tanpa sadar turut serta mendewasakan kita. Cinta yang dahulu kita anggap sebagai suatu elemen yang dapat menggetarkan hati dan menggilai jiwa ternyata memiliki substansi lebih dari itu. Cinta adalah penyatuan jiwa yang kekal dengan perasaan sebagai perantaranya. Cinta tak bertepi, berlabuh di dermaga perasaan sejiwa. Tanpa pikir panjang, tanpa pandang bulu, dua hati berbeda latar belakang disatukan oleh rasa cinta. Demikianlah. Cinta tak dapat diukur dengan logika matematika.
Spontanitas. Keakraban. Persahabatan. Kisah. Cinta. Perasaan. Kami mengakhiri rabu malam dengan indah. Seindah sebuah kisah cinta. Our Wednesday was a phrase of We’d nice day. EVER.
Spontanitas. Keakraban. Persahabatan. Kisah. Cinta. Perasaan. Kami mengakhiri rabu malam dengan indah. Seindah sebuah kisah cinta. Our Wednesday was a phrase of We’d nice day. EVER.
Cinta ini kadang-kadang tak ada logika
(by Agnes Monica)
(by Agnes Monica)
2 komentar:
Nice post...
Bener2 bakat jd penulis ini... ^^
I am just to see it..hehe,btw tengkyu ka endru..ditunggu komen2nya yaa :D
Posting Komentar
what do you think, guys?