Seperti gerhana yang terjadi sesekali, demikian pula perjalanan ini. Tak diduga, tak dikira, tiba-tiba menyapa dan memberi warna. Sebuah kesempatan yang tak pernah diimpikan, mendadak menorehkan pengalaman dan kenangan, dalam sebuah perjalanan.
Pagi itu, saat mentari sedang malu-malu keluar dari peraduannya, saya sudah berkemas untuk melangsungkan sebuah perjalanan. Sebenarnya, perjalanan ini dalam rangka dinas, namun karena baru dimulai hari Kamis dan berakhir hari Selasa, maka mau tak mau, saya harus menghabiskan akhir pekan yang kejepit disana pula. Entah harus senang atau sedih, yang pasti sih kalau kocek agak tebal, waktu pun dapat ter-barter hingga sulit untuk kembali di-starter, hehe. Seperti perjalanan sebelumnya, kali ini pun saya menemani rekan untuk kembali bertugas di Medan. Pesawat kami take-off pukul 07.55 WIB dan landing pada pukul 09.55 WIB. Bandara Polonia, we’re met up again! Kami dijemput oleh supir dan langsung meluncur ke Lubuk Pakam. Seperti biasa, pekerjaan telah menanti, tenaga pun siap untuk habis dicuri, namun sejalan dengan itu, rencana wisata untuk membayar segala kepenatan pun telah ditata sedemikian rapi. Work hard, play harder!
Rutinitas telah dijalankan, saatnya menjamu diri dengan wisata makanan. Karena kami menginap di hotel Swiss-Bellin persis sama dengan kemarin, maka untuk jajan dan membeli makan malam pun kami sudah hafal. Saya mencoba Tom Yam Seafood dan rekan menjajal Kari Bihun Ayam. Semuanya halal, walaupun tidak ada sertifikat halalnya, namun karena si penjual meracik masakan tanpa unsur babi-nya, maka saya pun percaya. Bismillah. Tom Yam dan Kari Bihun pun siap dieksekusi. First impression, enak, segar, asam manis-nya menggigit, apalagi ditambah potongan cabe merah. Hemmm. Membuat lidah bergoyang. Apalagi disajikan di dalam mangkok besar dengan kuah yang merah merona. Namun, ternyata itu semua hanya bertahan di menit-menit pertama. Di menit berikutnya, lidah terasa terbakar, perut sudah mulai bergejolak. Entah karena rasa yang terlalu nano-nano atau porsi kuah yang lama-lama pedasnya terlalu nendang, yang pasti, saya menemukan 26 cabai rawit hijau tersebar di sekitar kuahnya. Isi dari Tom Yam pun tak banyak, hanya wortel, kacang kapri, 3 cumi potong cincin, 4 udang kecil, dan 2 butir bakso ikan. Porsi yang cukup untuk satu orang. Untuk kari bihunnya, menurut rekan sih enak banget. Ketagihanlah pokoknya. Selesai makan, kami pun meminta bill dan kami dibuat tercengang oleh harga yang ditulis pada bill. 31 Ribu untuk Tom Yam dan 26 Ribu untuk kari bihun. Serasa makan di restoran ternama saja, padahal letaknya di pinggir jalan. 31 Ribu dengan porsi kecil, kuah membanjir, dan seafood yang minim plus pramusaji yang jutek? It’s not really worth it at all.
Wisata kuliner yang kami jajal hampir sama seperti ketika terakhir kami ke Medan. Masih berkutat dengan nasi goreng kari yang lezat, martabak piring yang garing-enak-plus murah mirip crepes namun dengan ukuran lebih kecil –sebesar piring makan- dan harga yang sangat pas di kantong, serta ayam goreng yang setahu saya adalah satu-satunya makanan halal di dalam kawasan food court pecinan dekat hotel. Karena kami harus berada di Medan selama 4 hari dengan weekend ditengah waktu dinas, maka kami pun melancarkan rencana untuk berwisata ke beberapa tempat wisata. Dengan meminta izin atasan untuk meminjam mobil plus supirnya, maka Danau Toba di hari Sabtu adalah rencana pertama kami.
Sabtu pun datang dengan terang benderang, cuacanya sangat bersahabat. Mendukung segala derap langkah menuju Danau Toba. Kami berangkat pukul 08.00 WIB. Perjalanan menuju Danau Toba diwarnai dengan belantara sawit dan karet di kiri-kanannya. Dalam hati, saya pun berdendang. Kiri Kanan Kulihat Saja, Banyak Pohon Sawitnya..aa..Kiri Kanan Kulihat Saja, Banyak Pohon Karetnya. Jarak yang ditempuh lumayan membuat P4, Pantat Panas Punggung Pegal, yaitu sama dengan jarak dari Bogor ke perkebunan teh Rancabolang dan Kawah Putih di Bandung Selatan. 4 jam kami tempuh untuk mencapai Danau Toba. 2 jam sebelum sampai, pemandangan pun diwarnai oleh Rumah Adat Ulos khas Suku Batak. Motifnya unik, mirip Tribal Pattern. Sayang, tidak dapat saya abadikan, karena sang supir mengebut dengan kecepatan hampir 100 km/jam. Alamak! Pukul 12.00 kami sampai di gerbang masuk bertuliskan “Selamat Datang di Danau Toba”. Akhirnya sampai juga! pemandangannya memukau! membuat siapa saja yang datang pertama kali tercengang. Eksotisme khas Indonesia. Setelah kami parkir, kami berfoto terlebih dahulu, kemudian kami turun, ingin mencicipi jernihnya air Danau Toba sampai menembus pori. Ini adalah pengalaman pertama saya ke Danau Toba. Kesyahduan Danau Toba, membuat saya terbuai dalam sepoi angin dan sejuknya air. Momen yang langka ini pun tak lupa kami abadikan. Kalau tidak sekarang, kapan lagi bisa main kesini? Hehe. Tadinya, saya penasaran ingin menyebrang ke Pulau Samosir. Katanya sih, kalau ke Danau Toba tak lengkap bila tak ke Pulau Samosir. Namun, melihat waktu yang sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB, rasanya tak mungkin bila menyebrang. Butuh 2 jam bolak-balik. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk mengunjungi beberapa tempat wisata Pulau Samosir seperti Tarian Sigale-gale, Desa Tuk-Tuk, Museum, dan lain-lain. Alhasil, saya hanya bisa termenung saja sambil browsing informasi wisata Pulau Samosir dan mendadak mupeng. Harusnya sih kami menginap disana, pulangnya hari Minggu. Rekan saya pun bukan seseorang yang gila jalan-jalan dan bertualang. Well, belum rejeki mungkin. Untuk mengalihkan pikiran dan menghilangkan perasaan bersalah, kami memutuskan untuk belanja oleh-oleh khas Batak. Dibutuhkan waktu 1,5 jam untuk melakukan adegan tawar-menawar dengan logat di-melayu-melayu-kan. Akhirnya kain ulos motif sadum, tali pendek ulos, gantungan kunci, hiasan rumah adat Batak, dan magnet kulkas bertuliskan “Toba Lake” menjadi buah tangan kami. Lumayan puas, namun harus menahan nafsu untuk memborong semua pernak-pernik khas Batak. Tapi setelah ingat budget yang kian menipis dan banyak titipan yang belum dibeli, maka kami langsung tancap gas pulang. 6 jam perjalanan kami habiskan untuk menyusuri 5 kota Kabupaten yaitu Kabupaten Parapat, Pematang Siantar, Serdang Bedagai (melewati kecamatan Perbaungan yang menjual Dodol Pulut aneka rasa di Pasar Bengkel dan Sei Rampah yaitu Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai), Tebing Tinggi, Lubuk Pakam, dan berakhir di Medan. Pukul 21.30 WIB, sampailah kami di hotel. Badan remuk redam, namun perut masih membuat gerakan senam. Ayam goreng plus lontong menjadi teman malam mingguan kami. Walau tanpa pacar, keluarga, atau teman dekat, malam minggu kami sudah cukup berkesan dengan suasana tak biasa. 1 Destinasi, 5 kabupaten, 11 jam perjalanan, tak membuat saya bosan untuk mengulang kembali. Sebenarnya, masih jauh dari kata puas. Pulau Samosir belum disambangi, cerita pengalaman dan foto memori liburan pun masih sangat minim untuk ditayangkan. Mungkin, suatu saat nanti, dapat berkesempatan untuk mengeksplorasi keindahan ciptaan Ilahi bersama teman sejati. Well, who knows?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do you think, guys?