Ngomongin karakter orang memang
tidak ada habisnya karena karakter tiap orang itu unik, tidak dapat disamakan
satu dengan lainnya. Nah, kali ini saya akan sedikit share tentang pengalaman menghadapi
seorang professional senior dengan watak unik, menarik, sekaligus mencekik dan
menggelitik.
Pada hakikatnya, semua orang di
dunia ini sangat menyenangi sebuah pujian. Apalagi pujian tersebut disampaikan
oleh orang yang kita hormati dan segani. Sebagian besar setuju bahwa pujian dapat
mendatangkan rezeki dan manfaat lebih banyak lagi. Namun, bila berlebihan bisa
jadi senjata makan tuan, let say, jadi sombong atau egois. Bagai dua
sisi mata uang, selain pujian ada pula yang dinamakan kritik. Biasanya
disampaikan oleh senior ke junior, atasan ke bawahan. Namun, itu teori kuno. Di
era demokrasi ini, semua orang berhak mengeluarkan opininya tanpa terancam akan
di hukum oleh pihak tertentu, apalagi dengan telah diberlakukannya UU no. 9
tahun 1998 tentang kemerdekaan mengeluarkan pendapat di muka umum sehingga
setiap warga negara RI berhak mengeluarkan opini, saran, dan kritik yang
membangun kepada siapapun tak peduli ia atasan, bawahan, teman, atau lawan.
Dalam hal kritik atau saran ini memiliki ciri khas yaitu mudah diucapkan, sulit
dilakukan, serta apabila terlalu berlebihan akan mengakibatkan dua pilihan :
semakin berkembang dan maju atau semakin terpuruk dan memburuk. Bila tak
percaya, silakan dicoba.
Dalam perjalanan ternyata harus
singgah untuk memutar otak bersama menghadapi seseorang yang agak alot lagi
ngotot. Entah karena pengalamannya yang lebih banyak atau ilmunya yang lebih
tinggi namun cara ia negosiasi dan meyakinkan orang sangatlah terampil. Terbukti,
dalam banyak hal yang mau tidak mau bekerja sama dengannya dan memberikan saran
untuk perbaikan, pada akhir perbincangan dapat membuat hati memanas dan merusak
mood untuk menjalani sisa hari. Itu terjadi apabila kita tak pandai
mengendalikan diri. Dalam tiap diskusi mengenai suatu hal, kerap kali diisi dengan
berdebat. Banyak sekali alasan yang ia kemukakan yang apabila dipikir lebih
dalam, alasan tersebut sebagai tameng agar tak menambah pekerjaannya. Cara
penyampaiannya pun selalu menggunakan urat alias ngotot dengan mata melotot
tajam, seperti hakim mendakwa tersangka. Apalagi apabila kita yang terbukti
salah. Dengan pongahnya, ia merasa sebagai pemenang dalam pertandingan. Hal ini
yang membuat orang malas berdiskusi panjang dengannya karena ujung-ujungnya
akan berakhir tidak mengenakkan kedua belah pihak. Aneh tapi nyata.
Sebenarnya saya sering tak habis
pikir, dengan levelnya yang berkali lebih tinggi dari saya, mengapa saya belum
menemukan sosok pemimpin idaman, sesuai teori yang saya pelajari, dalam
dirinya? Mengapa pula seringkali ia tak mau menerima saran dari orang lain? Padahal
kita sama-sama tahu bahwa saran tersebut untuk kebaikan bersama walaupun kami
beda bidang. Entah apa yang ada di benaknya. Entah kapan pula ia akan berubah
sikap menjadi pemimpin yang sesungguhnya. Namun, setiap kejadian baik suka atau
duka pasti ada hikmah dibaliknya. Saya jadi mengetahui sifat asli dirinya sehingga
untuk bekerja sama harus menggunakan teori dan bukti yang valid. Kemudian, saya
pun jadi belajar bagaimana cara meyakinkan orang lain dalam bernegosiasi. Bukan
dengan ngotot nan alot sambil melotot, namun dengan sikap yang lebih santun.
Pasti akan terlihat lebih elegan dan terpelajar, walaupun mungkin ilmu dan
pengalaman tidak lebih tinggi darinya.
Tiap kapal yang sedang berusaha
mengarungi lautan pasti pernah bertemu dengan ombak ganas. Tiap pengusaha
sukses pasti pernah bertemu dengan hambatan pelik. Tidak bermaksud menghakimi
sepihak, hanya sebagai sarana perenungan. Anggap saja intermezzo yang numpang
lewat. Ambil pelajarannya, buang unsur negatifnya. Just remember that you
are what you speak. Beware of your attitude, pals.
Critic, Anyone?
sumber : en.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do you think, guys?