Aku bolak-balik melihat jam tangan. Pukul 16.30 WIB. Setengah jam lagi menuju ke era kebebasan. Jumat. Weekend. TGIF menurut Katy Perry. Sambil berharap tidak ada pekerjaan tambahan yang dikomandokan tiba-tiba di gerbang menuju waktu pulang.
Sigh. Aku menghela nafas panjang. Akhirnya, dengan setengah berlari aku menyebrang jalan di depan bank mandiri menuju stasiun kota. Nampak motor, mobil, taksi, angkot, mikrolet, dan metromini tanpa toleransi kepada pejalan kaki, menyerobot secara suka-suka. Mungkin secara tidak sadar, ada persamaan level antara pejalan kaki dengan pengendara kendaraan bermotor. Yah memang zaman sudah sedikit gila.
Hap. Akhirnya dengan sedikit perjuangan, aku dapatkan tiket kepulangan ini.
Jes.gojes. Dengan sedikit dagdigdug,aku menunggu dengan harap kereta yang datang itu agak kosong dengan penumpang sehingga aku bisa duduk. Dan..voila! Dengan lagi-lagi sedikit perjuangan,aku dapat tempat duduk. Lega rasanya. Bahagia, salah satu surga dunia, setelah berkeringat berjuang menanti hari jumat serta menyebrang jalan yang syarat dengan kecelakaan.
Ada rindu membuncah tatkala aku pulang di hari jumat malam. Alasannya simpel, sedekat jarak antara Bogor-Jakarta. Aku rindu pada kucing dan suasana rumah. Kucingku yang bernama pussy adalah salah satu binatang paling dekat denganku. Sejak aku lulus kuliah,dia yang selalu menemani hari-hariku dan entah kenapa aku merasa dia yang paling mengerti suasana hatiku. Walaupun hanya seekor kucing, tapi aku anggap sebagai anggota keluarga. Tak ada dia, sepi dan hampa hidupku. Dia salah satu yang mewarnai hidupku. Ibarat membuat cake, dia adalah ingredients yang membuat cake tersebut empuk, manis, dan wangi. Bahagia rasanya ketika bertemu dengannya. Ia,teman baikku. Jumat adalah hari bersama pussy. Ia adalah salah satu kebahagiaanku. Simpel dan berkesan.
....
Bahagia. Menurut imajinasi saya, bahagia adalah suatu aliran perasaan yang lepas dan bebas, tanpa ada beban berat yang menghalanginya. Ibarat olahraga arung jeram, bahagia adalah perahu karet yang terus melaju sesuai aliran sungai, cepat dan pasti, ada adrenalin kepuasan didalamnya, namun ketika terhalang batu besar, sekejap perahu karet tersebut terbalik. Kebahagiaan terganjal oleh beban berat yang kita sebut sebagai masalah. Apalagi ketika masalah datang bertubi-tubi. Bagaikan diterjang batu-batu besar selama beberapa kali ketika sedang arung jeram, badan pun biru-biru dan tulang serasa remuk redam. Namun,ternyata masalah pun bisa mendatangkan kebahagiaan,asalkan kita tahu cara mengatasinya. Mari simak ulasan berikut yang saya sadur dari buku DNA Sukses Mulia karya Jamil Azzaini :
Suatu hari Sang Guru Sufi menyapa muridnya : 'Mengapa engkau bersedih hati? Kemana perginya wajah bersyukurmu?' Muridnya menjawab, 'Guru, akhir-akhir ini hidup saya penuh masalah yang datang seperti tidak ada habisnya. Itu yang membuat saya sulit tersenyum' Sang guru terkekeh, 'Begini saja, kamu ambil segelas air dan dua genggam garam untuk memperbaiki suasana hatimu' Si murid merasa heran, tapi tanpa bertanya ia pergi. Tak lama ia datang membawa gelas dan segenggam garam. 'Masukkan air ke gelas itu, lalu masukkan garam sebanyak-banyaknya,' perintah Sang Guru. Lalu, 'aduk terus minum airnya sedikit'. Semua perintah itu dilaksanakan Si Murid. Sekejap saja setelah meminum air itu, wajahnya meringis. 'Bagaimana rasanya?' Tanya Sang Guru. 'Asin,Guru! Perut saya jadi mual!' Jawab Si Murid. Mendengar jawaban itu dan melihat mimik wajah muridnya Sang Guru kembali tertawa terkekeh-kekeh.’ Sekarang kamu ikuti aku', Sang Guru berkata sambil berjalan ke telaga. 'Ambil garam yang tersisa dan tebarkan disitu' perintahnya. Segera Si Murid melaksanakan perintah itu. Sementara rasa asin dalam mulutnya belum hilang. 'Minumlah air danau itu' kata Sang Guru dan diminumlah air telaga itu beberapa teguk. Ketika air telaga yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya,Sang Guru bertanya 'bagaimana rasanya?' Si Murid menjawab dengan sumringah ' wuah segar sekali, Guru!'. Tentu saja segar, karena air telaga berasal dari atas bukit sana. Ketika diminum sudah pasti air itu mampu menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulut si murid. 'Apakah terasa garam yg kamu tebar tadi?' 'Sama sekali tidak terasa' Sang Guru berkata 'segala masalah dalam hidup kita ibarat segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kita alami sepanjang hidup,sudah ditakar dan dijatah Allah. Jumlahnya tetap, tidak berkurang dan tidak bertambah. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah' Si Murid mendengarkan dengan seksama 'tapi, rasa 'asin' dari penderitaan hidup sangat tergantung dari luas hati kita yang menampungnya. Jadi supaya tidak merasa menderita, maka berhentilah menjadi gelas. Jadikan hati di dalam dada kita seluas telaga. Agar kita bisa menikmati hidup. Agar bisa bahagia'
Dari cerita diatas memberikan pelajaran bagi kita bahwa pada dasarnya tidak ada masalah yang berat, yang ada hanyalah seberapa luas hati kita menerima masalah tersebut. Apabila masalah terasa semakin berat, itu karena hati kita yg sempit, sesempit gelas dalam cerita di atas. Hati yang luas akan membuat kita enjoy dalam menjalani tiap detik hidup kita yang pasti mengandung masalah. Ketika kita menikmati proses tersebut, disitulah kita akan merasa bersyukur dan akan berbuah pada kebahagiaan.
Pernahkah kita melihat sekumpulan pengamen makan di pinggiran sambil bernyanyi lepas seperti tidak ada beban dalam hidupnya? Pernahkah kita melihat sepasang kakek nenek penyandang tuna rungu duduk berdua di kendaraan umum sambil mengobrol dan tertawa? Pernahkah kita melihat keluarga kucing liar makan ikan hasil curian bersama anak-anaknya dengan lahap? Pernahkah kita melihat sekumpulan anak-anak mandi dan berenang di sungai yang kotor sambil bermain dan tertawa? Semua fakta sederhana itu mengandung unsur kebahagiaan didalamnya, sesederhana kehidupan yang melingkupinya tanpa peduli kerasnya zaman dapat menggilas secara tiba-tiba. Sebenarnya, bahagia itu sederhana asal kita bisa merasakan esensi dari kebahagiaan itu sendiri. Seperti slogan career coach, Rene Suhardono, Think less, feel more Jangan melulu berpikir dan membandingkan, namun rasakan. Hati yang luas dalam menghadapi rintangan, tantangan, dan masalah; bersyukur; rasakan lebih dalam dan bahagia. Bahagia itu sederhana. So, why are you so sad, dude? Just think less and feel more!
Bahagia yang saya rasakan adalah tatkala saya berhasil mem-posting tulisan opini amatir buah pemikiran saya walaupun dengan proses panjang dan masalah pada koneksi internet yang hidup segan mati tak mau, namun ketika saya tekan save lalu saya baca kembali, rasanya seperti seorang sales yang telah mencapai target penjualan tertinggi melampaui rekan selevelnya. Puas, bersyukur, dan Bahagia. Bahagia itu sederhana!!
Sigh. Aku menghela nafas panjang. Akhirnya, dengan setengah berlari aku menyebrang jalan di depan bank mandiri menuju stasiun kota. Nampak motor, mobil, taksi, angkot, mikrolet, dan metromini tanpa toleransi kepada pejalan kaki, menyerobot secara suka-suka. Mungkin secara tidak sadar, ada persamaan level antara pejalan kaki dengan pengendara kendaraan bermotor. Yah memang zaman sudah sedikit gila.
Hap. Akhirnya dengan sedikit perjuangan, aku dapatkan tiket kepulangan ini.
Jes.gojes. Dengan sedikit dagdigdug,aku menunggu dengan harap kereta yang datang itu agak kosong dengan penumpang sehingga aku bisa duduk. Dan..voila! Dengan lagi-lagi sedikit perjuangan,aku dapat tempat duduk. Lega rasanya. Bahagia, salah satu surga dunia, setelah berkeringat berjuang menanti hari jumat serta menyebrang jalan yang syarat dengan kecelakaan.
Ada rindu membuncah tatkala aku pulang di hari jumat malam. Alasannya simpel, sedekat jarak antara Bogor-Jakarta. Aku rindu pada kucing dan suasana rumah. Kucingku yang bernama pussy adalah salah satu binatang paling dekat denganku. Sejak aku lulus kuliah,dia yang selalu menemani hari-hariku dan entah kenapa aku merasa dia yang paling mengerti suasana hatiku. Walaupun hanya seekor kucing, tapi aku anggap sebagai anggota keluarga. Tak ada dia, sepi dan hampa hidupku. Dia salah satu yang mewarnai hidupku. Ibarat membuat cake, dia adalah ingredients yang membuat cake tersebut empuk, manis, dan wangi. Bahagia rasanya ketika bertemu dengannya. Ia,teman baikku. Jumat adalah hari bersama pussy. Ia adalah salah satu kebahagiaanku. Simpel dan berkesan.
....
Bahagia. Menurut imajinasi saya, bahagia adalah suatu aliran perasaan yang lepas dan bebas, tanpa ada beban berat yang menghalanginya. Ibarat olahraga arung jeram, bahagia adalah perahu karet yang terus melaju sesuai aliran sungai, cepat dan pasti, ada adrenalin kepuasan didalamnya, namun ketika terhalang batu besar, sekejap perahu karet tersebut terbalik. Kebahagiaan terganjal oleh beban berat yang kita sebut sebagai masalah. Apalagi ketika masalah datang bertubi-tubi. Bagaikan diterjang batu-batu besar selama beberapa kali ketika sedang arung jeram, badan pun biru-biru dan tulang serasa remuk redam. Namun,ternyata masalah pun bisa mendatangkan kebahagiaan,asalkan kita tahu cara mengatasinya. Mari simak ulasan berikut yang saya sadur dari buku DNA Sukses Mulia karya Jamil Azzaini :
Suatu hari Sang Guru Sufi menyapa muridnya : 'Mengapa engkau bersedih hati? Kemana perginya wajah bersyukurmu?' Muridnya menjawab, 'Guru, akhir-akhir ini hidup saya penuh masalah yang datang seperti tidak ada habisnya. Itu yang membuat saya sulit tersenyum' Sang guru terkekeh, 'Begini saja, kamu ambil segelas air dan dua genggam garam untuk memperbaiki suasana hatimu' Si murid merasa heran, tapi tanpa bertanya ia pergi. Tak lama ia datang membawa gelas dan segenggam garam. 'Masukkan air ke gelas itu, lalu masukkan garam sebanyak-banyaknya,' perintah Sang Guru. Lalu, 'aduk terus minum airnya sedikit'. Semua perintah itu dilaksanakan Si Murid. Sekejap saja setelah meminum air itu, wajahnya meringis. 'Bagaimana rasanya?' Tanya Sang Guru. 'Asin,Guru! Perut saya jadi mual!' Jawab Si Murid. Mendengar jawaban itu dan melihat mimik wajah muridnya Sang Guru kembali tertawa terkekeh-kekeh.’ Sekarang kamu ikuti aku', Sang Guru berkata sambil berjalan ke telaga. 'Ambil garam yang tersisa dan tebarkan disitu' perintahnya. Segera Si Murid melaksanakan perintah itu. Sementara rasa asin dalam mulutnya belum hilang. 'Minumlah air danau itu' kata Sang Guru dan diminumlah air telaga itu beberapa teguk. Ketika air telaga yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya,Sang Guru bertanya 'bagaimana rasanya?' Si Murid menjawab dengan sumringah ' wuah segar sekali, Guru!'. Tentu saja segar, karena air telaga berasal dari atas bukit sana. Ketika diminum sudah pasti air itu mampu menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulut si murid. 'Apakah terasa garam yg kamu tebar tadi?' 'Sama sekali tidak terasa' Sang Guru berkata 'segala masalah dalam hidup kita ibarat segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kita alami sepanjang hidup,sudah ditakar dan dijatah Allah. Jumlahnya tetap, tidak berkurang dan tidak bertambah. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah' Si Murid mendengarkan dengan seksama 'tapi, rasa 'asin' dari penderitaan hidup sangat tergantung dari luas hati kita yang menampungnya. Jadi supaya tidak merasa menderita, maka berhentilah menjadi gelas. Jadikan hati di dalam dada kita seluas telaga. Agar kita bisa menikmati hidup. Agar bisa bahagia'
Dari cerita diatas memberikan pelajaran bagi kita bahwa pada dasarnya tidak ada masalah yang berat, yang ada hanyalah seberapa luas hati kita menerima masalah tersebut. Apabila masalah terasa semakin berat, itu karena hati kita yg sempit, sesempit gelas dalam cerita di atas. Hati yang luas akan membuat kita enjoy dalam menjalani tiap detik hidup kita yang pasti mengandung masalah. Ketika kita menikmati proses tersebut, disitulah kita akan merasa bersyukur dan akan berbuah pada kebahagiaan.
Pernahkah kita melihat sekumpulan pengamen makan di pinggiran sambil bernyanyi lepas seperti tidak ada beban dalam hidupnya? Pernahkah kita melihat sepasang kakek nenek penyandang tuna rungu duduk berdua di kendaraan umum sambil mengobrol dan tertawa? Pernahkah kita melihat keluarga kucing liar makan ikan hasil curian bersama anak-anaknya dengan lahap? Pernahkah kita melihat sekumpulan anak-anak mandi dan berenang di sungai yang kotor sambil bermain dan tertawa? Semua fakta sederhana itu mengandung unsur kebahagiaan didalamnya, sesederhana kehidupan yang melingkupinya tanpa peduli kerasnya zaman dapat menggilas secara tiba-tiba. Sebenarnya, bahagia itu sederhana asal kita bisa merasakan esensi dari kebahagiaan itu sendiri. Seperti slogan career coach, Rene Suhardono, Think less, feel more Jangan melulu berpikir dan membandingkan, namun rasakan. Hati yang luas dalam menghadapi rintangan, tantangan, dan masalah; bersyukur; rasakan lebih dalam dan bahagia. Bahagia itu sederhana. So, why are you so sad, dude? Just think less and feel more!
Bahagia yang saya rasakan adalah tatkala saya berhasil mem-posting tulisan opini amatir buah pemikiran saya walaupun dengan proses panjang dan masalah pada koneksi internet yang hidup segan mati tak mau, namun ketika saya tekan save lalu saya baca kembali, rasanya seperti seorang sales yang telah mencapai target penjualan tertinggi melampaui rekan selevelnya. Puas, bersyukur, dan Bahagia. Bahagia itu sederhana!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do you think, guys?