Masih ingat
ketika pertama kali menonton film remaja bersama teman se-geng sepulang
sekolah? Lalu, kita merasa seolah-olah pernah mengalami cerita yang serupa
dengan pemeran yang ada di film tersebut? Kalau dua pertanyaan tersebut
jawabannya, ya, maka selamat bernostalgia, wahai para remaja awal tahun 2000.
Salah satu yang mengalaminya adalah saya sendiri. Saya masih ingat momen-momen
mengantri di bioskop saat premier film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) bersama
teman satu geng di sekolah. Rasanya bagai menjadi anak gaul di kalangan ABG
(Anak Baru Gede) kala itu. Kemudian, puisi AKU karya Chairil Anwar menjadi
topik populer yang diperbincangkan di kalangan remaja. Bahkan, banyak yang
sampai hafal seluruh baitnya hingga dijadikan bahan untuk musikalisasi puisi.
Ekstrakurikuler majalah dinding (mading) dan basket yang sudah banyak
peminatnya dari dahulu, kini menjadi tambah bergengsi. Baju pas di badan, rok
pendek di atas lutut, kaus kaki panjang sampai pangkal betis, dan sepatu
pantofel menjadi gaya busana paling nge-hits
saat itu. Pokoknya, gak gaul deh kalau tampilannya gak seperti geng AADC, gak
ikutan ekstrakurikuler mading, suka puisi, dan punya pacar pemain basket. Masa-masa
remaja yang terindah tak bisa terulang, kalau kata Melly Goeslaw.
AADC 1 : Persahabatan
dan Kisah Cinta yang Belum Usai
Saat itu, tahun 2000-an, tidak banyak beredar
film Indonesia yang berkualitas dari segi cerita. Kebanyakan film Indonesia,
ber-genre horor atau drama ala sinetron. Pada saat Mira Lesmana mulai menggarap
film remaja bertema cinta dan persahabatan, masyarakat pun seakan mendapatkan
jawaban atas kehausan akan film Indonesia yang berkualitas. Dimulai dari
Petualangan Sherina yang menyasar penonton anak-anak hingga remaja awal, lalu
dilanjutkan dengan AADC yang sukses mencuri perhatian para remaja hingga
dewasa. Bahkan, AADC menjadi kiblat pergaulan saat itu. Saya ingat, teman-teman
saya (dan mungkin saya juga) menjadi puitis dan banyak kisah cinta yang dimulai
dari puisi. Kenangan yang membuat saya terkikik saat mengingatnya. Dari
AADC-lah, geliat perfilman Indonesia kian berkibar. Para penonton pun kerap
kali memadati antrian film Indonesia. Sebut saja Eiffle I’m In Love, Dealova, Me
vs The World, dan lain-lain.
Kalau kita ingat kembali film AADC 1, Cinta
bersama gengnya dengan konflik didalamnya serta kisah cinta beda kutub, cewek
gaul ibukota dengan cowok pendiam yang suka sastra, menghadirkan alur cerita
yang natural khas remaja SMA. Gaya populernya Cinta, ceriwisnya Maura,
tomboynya Karmen, apa adanya Milly, hingga dewasanya Alya tergambar demikian
menyatu dengan kehidupan kita sehari-hari, pada saat itu. Sejujurnya, saat
menonton AADC 1, emosi saya dibawa ke dalam setiap alur ceritanya. Saya yakin,
kita semua ketika remaja pernah mengalami perasaan berbunga-bunga seperti yang
dialami Cinta saat kasmaran bersama Rangga dan berusaha menghindar dari
teman-temannya. Walau tidak paralel seperti cerita AADC, yaitu adanya situasi yang
menjadi pelik karena Alya mengalami depresi akibat percobaan bunuh diri yang
dilakukannya. Cinta yang sebelumnya ditelepon oleh Alya untuk menemani Alya pun
merasa bersalah. Akibat keputusannya untuk berkencan dengan Rangga, dia jadi
mengesampingkan sahabat yang saat itu membutuhkannya. Akhirnya, Cinta marah
pada diri sendiri dan melampiaskannya kepada Rangga yang tidak tahu duduk
persoalan. Saat itu, Rangga marah dan berjanji tidak akan menemui Cinta. Ia yang
memang akan pindah ke New York pun mengurungkan niat untuk berpisah dengan
Cinta secara langsung. Ia menuliskan perpisahan dan kejujuran akan perasaannya
dalam sebuah puisi. Waktu pun semakin mendekati keberangkatan ke New York.
Rangga menjadi gundah gulana. Cinta yang akhirnya menyadari bahwa gengsi tidak
akan menyelesaikan masalah, berusaha menyusul Rangga ke bandara. Adegan
kejar-mengajar antara waktu dan kesempatan pun dimulai. Beruntung, Cinta sempat
bertemu Rangga sebelum pesawat boarding
dan mengungkapkan kejujuran akan perasaan cintanya kepada Rangga. Dan, akhir
AADC 1 diwarnai dengan tangis bahagia walau diasumsikan kisah cinta Rangga dan
Cinta akan berlanjut pada hubungan jarak jauh.
Apakah kisah cinta mereka akan bertahan atau
hanya dianggap sebagai cinta monyet yang kandas seiring bertambah dewasanya
mereka? Itulah hal menarik dari AADC 1. Kita didorong untuk menjawab sendiri
sesuai imajinasi masing-masing.
AADC 2: Saat
Cinta dan Persahabatan Kian Mendewasakan
Pertanyaan akan kelanjutan kisah
cinta Rangga dan Cinta terjawab di sekuel AADC 2. Walau sebenarnya AADC 2 ini
tidak direncanakan dibuat pada saat produksi AADC 1, namun untuk memenuhi
permintaan penikmat kenangan, seperti saya dan kita mungkin, maka kisah geng
cinta pun dilanjutkan. Terbukti, penayangan perdana AADC 2 yang menyedot
perhatian lebih dari 200.000 penonton. Bahkan, antrian penonton AADC di salah
satu bioskop di Bogor, dari hari pertama hingga keempat masih panjang.
Sampai-sampai XXI menambah 1 studio tambahan sehingga total studio yang
menayangkan AADC bejumlah 3 studio. WOW! Seingat saya tidak ada film Indonesia
yang menembus rekor seperti ini.
Saya sebagai ABG tahun 2000-an
pun merasa terpanggil untuk menikmati kenangan AADC. Pada adegan-adegan awal,
saya merasa cukup terkejut dengan pembukaannya. 14 tahun berpisah pasti
memberikan perbedaan yang signifikan. Demikian dengan para karakter geng Cinta
di AADC 2 yang diceritakan sudah mapan dalam kehidupan pribadi masing-masing. Cinta
yang sudah dilamar oleh Trian dan akan menikah, Maura yang sudah punya empat
anak, Milly dan Mamet yang menjadi pasutri, Karmen yang baru keluar panti
rehabilitasi, dan Alya yang ternyata diceritakan meninggal karena kecelakaan. Saya
cukup kaget dengan tidak adanya Alya dalam geng Cinta ini, karena di AADC 1, tokoh Alya-lah yang memberikan kekuatan
pada cerita, salah satunya saat Alya mencoba bunuh diri dan Cinta malah
berkencan dengan Rangga. Saya pun berspekulasi, untuk membentuk alur cerita
yang cantik pada AADC 2, maka setidaknya ada dua hal yang mungkin akan menjadi
akhir cerita ini. Pertama, Cinta jadi menikah dengan Trian walau Cinta masih
ada sedikit perasaan dengan Rangga (mungkin akan mirip lagunya MLTR : 20
Minutes) atau kedua, Cinta tidak jadi menikah dengan Trian dan memilih Rangga
kembali. Mari kita lihat, mana yang benar.
Alur cerita pun berjalan maju.
Mengambil latar liburan ke Yogyakarta karena sudah lama tidak berkumpul satu
geng lengkap, mereka pun menyusun rencana dengan matang. Di sisi lain, Rangga
didatangi oleh adik tirinya ke kafe tempat ia bekerja untuk meminta Rangga agar
menemui ibunya yang tinggal di Yogyakarta. Di sinilah kebetulan itu akan terjadi.
Kebetulan yang menurut saya jadi menimbulkan pertanyaan. Apa alasan kuat Rangga
akhirnya mau menemui ibunya setelah 25 tahun tidak bertemu? Apakah dengan adik
tirinya menemui Rangga, maka Rangga menjadi luluh hatinya untuk menemui ibunya?
Tanpa ada penjelasan bahwa ada kejadian darurat, misalnya sakit keras dan
diprediksi usianya tidak lama lagi, sehingga Rangga harus menemui ibunya
secepatnya. Hal ini ganjil menurut saya. Kemudian, ketika di Yogyakarta, Karmen
dan Milly tidak sengaja melihat Rangga ada di Yogyakarta juga. Hal ini membuat
Karmen ingin menemui Rangga untuk mendorong Rangga menjelaskan hal-hal yang
masih menggantung terhadap hubungannya dengan Cinta. Diceritakan juga, sebelumnya
Cinta mendapatkan surat dari Rangga yang menjelaskan bahwa Rangga ingin mereka
berpisah karena ia sadar tidak bisa membahagiakan Cinta. Setelah melalui
perdebatan dan diskusi di dalam geng, akhirnya Cinta mau juga bertemu dengan
Rangga.
Pertemuan di awali dengan penjelasan tentang
sudut pandang Cinta tentang surat dari Rangga. Percakapan yang paling diingat
oleh sebagian besar penonton adalah ketika Cinta mengucapkan : Rangga, apa yang kamu lakukan ke saya itu,
JAHAT! Nah, mulai dari sinilah, mereka saling menjelaskan duduk persoalan
hubungan mereka. Hal yang konsisten terlihat dari AADC 1 dan 2 adalah masih adanya
gengsi antara Cinta dan Rangga untuk saling terbuka satu sama lain. Kalau saya
perhatikan sih, ada yang
disembunyikan dalam hubungan pacaran mereka. Betul bahwa mereka saling
mengungkapkan sayang dengan tindakan dan ucapan. Namun, hal mendasar seperti
definisi kasih sayang dan bahagia sebagai pasangan belum terasa dalam hubungan
mereka. Masih ada asumsi di antara mereka. Hal ini tergambar dari percakapan
antara Rangga dan Cinta tentang pesan dari ayahnya Cinta, saat Cinta sekeluarga
liburan ke New York, bahwa kalau sudah lulus kuliah, cepat pulang ke Jakarta,
dan cari kerja di Jakarta agar Cinta tidak kelamaan menunggu. Nah, secara
logika, kalau memang Rangga benar-benar serius dengan Cinta, maka seharusnya,
Rangga termotivasi untuk menyelesaikan kuliahnya, membuktikan kemandiriannya
secara materi, dan memberikan kepastian cintanya kepada Cinta. Hal ini tidak
dilakukan oleh Rangga karena Rangga kemudian menjelaskan bahwa kuliahnya malah
berantakan dan ia memutuskan untuk main aman : berpisah dengan Cinta karena ia merasa
tidak akan bisa membahagiakannya. Rangga pun masih berasumsi bahwa Cinta ingin
lelaki yang kaya secara materi, bukan seperti dirinya yang hanya jago bikin
puisi. Well, hal itulah yang luput
dari kejujuran Rangga kepada Cinta. 14 tahun pacaran, koq belum jujur ya satu sama lain? Agak ganjil kalau menurut saya. Kalau
saja Rangga jujur dari awal, tidak berasumsi, dan tidak menilai Cinta hanya
dari gaya hidupnya, mungkin alur ceritanya bisa lebih kaya dan dalam serta
lebih filosofis, menyambungkannya dengan puisi Rangga yang puitis sehingga
karakter Rangga tergambar dalam sosok lelaki mandiri, pantang menyerah, berpendirian
kuat, serta puitis.
Setting tempat yang digunakan dalam film AADC 2 ini adalah di
Jakarta, Yogyakarta, dan New York, namun kebanyakan adegan dilakukan di Yogyakarta.
Banyak tempat yang disinggahi oleh Rangga dan Cinta dalam rangka menjelaskan kelanjutan
hubungan sekaligus mengekspresikan perasaan mereka menjadi Cinta-Lama-Bersemi-Kembali.
Dalam satu hari satu malam, kira-kira mereka datang ke beberapa tempat wisata
dan kuliner di Yogyakarta. Sebut saja Sellie Coffee yang sekarang terkenal
dengan Kafe Rangga Jahat, Klinik Kopi, Sate Klathak, Padepokan Pak Bagong Kussudiarja,
Papermoon Puppet Theatre, Kota Gedhe, Candi Ratu Boko, Rumah Doa Bukit Rhema,
dan Punthuk Setumbu. Tempat-tempat itulah yang justru menghibur dan menjadi
referensi liburan kekinian para penonton karena dijadikan lokasi syuting AADC 2.
Namun, ada hal yang menurut saya agak ganjil, yaitu mengapa dandanan Cinta
tidak luntur walau hampir 24 jam jalan-jalan di alam terbuka dan Cinta tidak
terlihat berkeringat? Saya berasumsi, mungkin ini adalah trik dagang sponsor make-up yang digunakan Cinta dengan
pesan bahwa apabila kita menggunakan make-up
merk tersebut, maka dandanan akan tahan 24 jam. Well, bisa jadi, tapi sebagai orang lapangan yang juga menggunakan
produk sponsor tersebut, agak aneh saja sih,
karena justru make-up saya hanya
tahan kira-kira 4-6 jam di luar rumah.
Walau ada beberapa hal yang agak
ganjil dalam alur film AADC 2 ini, namun saya sungguh menikmatinya. Saya
menyebut AADC 2 ini sebagai proyek kenangan karena telah sukses membuat saya baper dengan kehidupan masa remaja,
puisinya Rangga yang tak kalah puitis, serta keceriaan khas karakter dan kedewasaan
berpikir geng Cinta walau tidak ada Alya didalamnya. Mungkin itu menjadi
kompensasi dalam alur cerita karena harus menghilangkan satu karakter. Saya juga
sangat terhibur dengan kekocakan Milly yang natural dan membumbui hampir tiap
adegan. Lalu, dinginnya sosok Rangga yang tanpa ekspresi walau demikian
emosionalnya adegan tersebut, membuat saya bergidik sendiri kalau membayangkan
jadi Cinta, hehe. Tempat-tempat yang digunakan dalam tiap adegan AADC 2 pun tak
kalah menghibur seraya membayangkan akan jadi top-list-bucket para wisatawan saat liburan ke Yogyakarta. Dua percakapan
favorit saya di AADC 2 : Pertama, yaitu pertanyaan Karmen ke Cinta : Ta, sebenernya, cinta elu tuh bener-bener
buat Trian, gak sih? Pertanyaan ini, menurut saya, mendorong perang batin dalam
diri Cinta. Walau dia sebentar lagi akan menikah dengan Trian, tapi apakah
benar dia memang cinta kepada Trian? Atau Trian adalah pelampiasan semata? Mungkin
hal ini juga pernah terjadi dalam kehidupan kita semua, walau akhirnya bisa
jadi beragam. Kedua, tentang perbedaan antara liburan dan travelling menurut Rangga. Kalau liburan, kita pasti membuat
rencana yang matang, mau kemana dan sampai kapan. Kalau travelling itu lebih spontan dan penuh dengan resiko, karena hal
yang justru kita nikmati adalah prosesnya, bukan hasilnya. The journey, not destination, kalau kata Cinta.
Well, terima kasih buat Miles Production yang sudah menelurkan
karya fenomenal kembali. AADC 2 ini bagai lorong waktu yang mengantar saya ke
dalam memori lama ketika masih remaja, ketika masih mencari identitas diri
melalui berbagai hal dari yang biasa hingga ajaib. Selamat terombang-ambing
dalam kenangan, selamat mencumbui perasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do you think, guys?