“..Lonely travelling might
collect positive energy to affected your creativity”
Hari
ketiga menumpang hidup di Medan membuahkan banyak pengalaman. Kesendirian tak
sedikitpun mengalirkan perasaan sepi di hati. Mungkin inilah yang saya sebut
sebagai reformasi hati dimana kebebasan bertransformasi menjadi sebuah energi
dan mengalirkan semangat berkreasi lebih luas dibandingkan ketika bersama orang
lain disisi yang ternyata belakangan diketahui kurang menikmati. Sensasi
perjalanan sendiri membuahkan cerita sederhana bermakna dalam yang melingkupi
rasa puas hati, membuat ketagihan. Mungkin, untuk selanjutnya, saya mau begini
lagi atau kalau ada yang berminat menemani, saya siap berbagi. =)
Malam
hari terakhir saya di Medan, disuguhi dengan rintik hujan yang kian membesar.
Sebelum saya pulang ke hotel, saya putuskan untuk membeli oleh-oleh andalan
yaitu Bolu Meranti rasa blueberry, capucinno, dan abon ayam plus bika ambon
merk Rika. Semuanya berlokasi di jalan Sekip. Dalam perjalanan tersebut, saya
diantar oleh supir yang sok tahu tapi tak tahu jalan. Oh, plis deh! Untung
saja, saya bisa mencurahkan kekesalan saya pada seorang teman melalui sosial
media. Kalau tidak, habislah dia. Hehe. Sesampai di hotel, teman saya mengirim
pesan untuk mengajak makan duren di tempat terkenal di Medan, Duren Ucok :
I want MORE!! |
Pukul
21.00, saya berangkat ke Duren Ucok dan bertemu dengan teman lama disana. Ia
membawa serta teman kerjanya yang hobi makan duren. Kalau dihitung-hitung, saya
menghabiskan 2 buah duren full. Perut saya memang dihajar habis-habisan dengan
buah duren ini. Abisnya, ga bisa nolak sih. Bayangkan saja :
best durian in town! |
"Ketika cangkang
dibuka, aroma daging buah langsung memenuhi rongga penciuman. Daging buah yang
tebal dan bertekstur kering di luar, juicy di dalam membuat saliva tak bisa
berhenti untuk keluar. Saat daging buah perlahan dicecap, serasa hidup dalam
taman sriwedari, surga dunia hadir tiba-tiba di tengah kita"
Memang agak lebay,
tapi demikianlah saya mendeskripsikan kecintaan pada buah yang dijuluki king of
fruits. I’ll be faith to live with durian around me. Hihi. 6 buah durian
seharga 150 ribu telah habis tak bersisa sedikit pun. Memang kalap kita.
Maklumlah momen bersama durian adalah momen berharga untuk dilewatkan karena
tak setiap hari kita bisa makan durian sampai mabok dengan harga relatif
terjangkau. Duren Ucok memang wajib disambangi ketika berkunjung ke Medan.
Walaupun, sebenarnya saya punya langganan juga di kawasan kaki lima Jalan
Semarang. Bedanya adalah di Duren Ucok ini, durian selalu tersedia berlimpah
walaupun belum musim durian walau kadang rasanya sedikit tidak memuaskan tapi
kita bisa menggantinya dengan durian lain yang kita suka. Bila kita mau membawa
buah durian sebagai oleh-oleh, Duren Ucok menyediakan jasa pengepakan. Per
kotak ukuran standar berisi 7 buah duren kecil dan dibanderol dengan harga Rp.
270.000. Bila beli minimal dua kotak, pesanan kita dapat diantar sampai hotel.
Harganya memang relatif mahal karena pengepakan durian ini membutuhkan banyak
sekali peredam bau seperti kopi, bunga bakung, dan pandan sehingga kita dapat
lolos dari regulasi hotel atau pesawat mengenai larangan membawa durian. Nice
to try for the next visit. Hehe.
Pukul
23.00, saya pun sampai di hotel. Perut rasanya agak panas. Namun, tak membuat
saya kapok untuk makan duren sampai mabok kembali, hehe. Malam ini adalah malam
terakhir saya menginap di Medan. Esok hari pesawat telah menunggu untuk
mengantarkan saya kembali ke rutinitas asal. Berat untuk meninggalkan rasa asli
kuliner Medan plus durian Medan yang paling ngangenin. Hope to see you again,
Medan. I’m sure, I can’t stand to wait ‘till the opportunity for travelling
come and beat my life!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do you think, guys?