Hari ini, 1 Mei 2013, diperingati
sebagai hari buruh. Thailand menetapkan hari buruh sebagai hari libur nasional.
Good for us to spend today to go to kinds of exotic palaces in Thailand. And
we’re gonna get them all. Yihaa.. Seperti biasa, pukul 08.00, kami sudah
dijemput oleh Mr. Lie untuk diantar ke Grand Palace. Tadinya, pagi hari Mr. Lie
akan mengantar kita ke Grand Palace lalu siangnya sekitar pukul 11.00 Mr. Lie
kembali ke hotel untuk menjemput Ibu Mulyorini ke bandara. Namun, karena dirasa
kurang praktis karena harus bolak-balik, maka kami pun memutuskan untuk
berangkat bersama dari hotel, kemudian mengantar kami ke Grand Palace dan
langsung bertolak ke bandara. Lalu lintas Bangkok di pagi hari tidak seramai
biasanya karena hari ini adalah hari libur. Namun, saat kami memasuki area
Grand Palace, keramaian pun mulai terasa dengan banyaknya turis lokal dan
mancanegara yang berkunjung ke istana. Saya dan rekan pun masuk ke dalam
gerbang. Matahari sudah mulai menampakkan keganasannya. Ketika kami akan
membeli tiket, kami lihat banyak sekali turis memadati istana. Kebanyakan
diantara mereka menyewa guide atau ikut tour. Wah, kami hanya berdua dan agenda
pun masih panjang, dengan area seluas Grand Palace, kami rasa satu hari full
akan habis untuk menyusuri keelokan Grand Palace. Oleh karena itu, kami
memutuskan untuk mengunjungi tempat lain yaitu Wat Pho dan Wat Arun. Lokasi Wat
Pho tidak jauh dari Grand Palace, yaitu tepat dibelakang kompleks Grand Palace.
Karena turis belum terlalu banyak, maka kami dapat dengan leluasa berfoto dan
melihat dari dekat Reclining Buddha yang menjadi daya tarik Wat Pho. Tiket
masuk Wat Pho adalah 100 Baht setara dengan Rp. 35.000,- Reclining Buddha
adalah Buddha raksasa berbahan emas dengan posisi berbaring, dipenuhi dengan
lukisan-lukisan perjalanan Buddha di sekitarnya. Disini kami tidak menyewa
guide, jadi fokus kami adalah mengumpulkan foto sebanyak-banyaknya. Kalau tidak
sekarang, kapan lagi coba? Hehe. Di pintu masuk sebelumnya, kami menemukan
ritual memohon berkah. Jadi, tiap pengunjung yang beragama Buddha sembahyang
didepan beberapa patung Buddha, lalu tiap pengunjung menempelkan kertas minyak
ke badan patung Buddha dengan tujuan agar kertas warna emas yang menempel pada
tubuh patung Buddha terambil di kertas minyak untuk dijadikan sejenis jimat
sehingga diharapkan berkah pun datang dari kertas tersebut. Seperti motto Wat
Pho yang ditempel di depan gerbang bahwa Wat Pho berarti “Calmness is
happiness”. Suasana sakral pun terpancar dari tiap jamaah Buddha yang melakukan
ritual keagamaan. Apalagi di dalam ruangan Reclining Buddha pun terdapat
mangkuk-mangkuk untuk menaruh koin-koin dengan tujuan sedekah bagi Buddha agar
dibalas dengan keberkahan dan keberuntungan dalam hidup. Kami pun menyusuri
tiap jengkal lahan Wat Pho. Semua didominasi dengan warna emas. Kompleks Wat
Pho ini lumayan luas. Tiap gerbang membawa kita ke istana-istana kecil di
dalamnya dengan stupa bermotif keramik Cina yang indah nian dipandang mata dan
sama semuanya. Banyak turis yang mengabadikan seluruh keindahan Wat Pho,
kebanyakan adalah turis dari Barat, namun banyak juga yang berasal dari Asia, seperti
Indonesia contohnya. Yup, ditengah-tengah perjalanan, kami banyak menemukan
turis Indonesia. Kebanyakan diantara mereka mengikuti tour bersama rombongan.
Namun, karena hari pun semakin siang dan agenda masih banyak, maka kami pun
bertolak ke Wat Arun yang bila dilihat dari peta, tidak terlalu jauh.
Sepertinya.
|
Reclining Buddha |
|
Taking for blessing |
|
One palace in Wat Pho |
Wat
Arun. Perlu waktu sekitar setengah jam untuk menemukan jalan menuju Wat Arun.
Memang sih, di peta terlihat dekat, namun karena kami harus jalan kaki, maka
terasa lumayan jauh juga. Perjalanan ke Wat Arun ini melewati pasar yang
menjual berbagai souvenir dengan harga jauh dibawah Platinum Mall. Asik sekali,
tawar menawar dengan penjual disini. Harga yang didapat pun lumayan miring.
Cihuy. Setelah puas menawar dan saya memutuskan membeli hiasan meja berbentuk
Buddha berbaring, Buddha bersemedi, gajah Thailand, serta aneka magnet, maka
kami langsung tancap gas ke Chao Praya River Pier bernama Tha Tien Pier. Harga
tiketnya hanya 3 baht saja. Wow. Kami menyebrang speed boat menuju ke Wat Arun.
Suasana siang yang panas menambah kemilau Wat Arun di kejauhan. Kata orang sih,
Wat Arun di waktu senja sebelum terbenam matahari itu paling eksotis untuk di
foto. But, maybe next time, I’ll try it =D. Hanya perlu waktu 5 menit saja
untuk menyebrangi arus deras Chao Praya. Sampailah kita di Wat Arun. Yuhuu.
Tiket masuk ke Wat Arun hanya 50 Baht saja! Wat Arun ini merupakan kompleks
Buddha yang populer karena dikelilingi dengan kuil-kuil yang masih aktif dihuni
oleh para biksu. Saya sempat memfoto Biksu yang sedang bersemedi dan saya baru
menyadari setelah pulang dari Wat Arun kalau memfoto Biksu itu dilarang di
Thailand, karena termasuk tindakan tidak sopan. Oops, sorry =( Couldn’t knew
about that prohibition. Wat Arun ini dijuluki sebagai Temple of The Dawn yang
menurut cerita dari Mr. Thanakorn, bahwa dahulu King Rama V pernah berlayar
menyusuri Chao Praya dan menemukan Wat Arun ini saat “dawn” yaitu saat dimana
matahari akan terbit. Oleh karena itulah julukan itu melekat hingga sekarang.
Wat Arun ini memiliki motto : “Have a prosperous life” yang ditandai dengan
anak tangga yang sanagt banyak entah berapa ratus jumlahnya yang terbagi
menjadi 2 bagian, bagian pertama sekitar setengah dari keseluruhan memiliki
kemiringan sekitar 45 derajat, bagian kedua memiliki kemiringan hampir tegak
lurus yaitu sekitar 85 derajat. Dengan suhu udara diatas 35 dc, saya hanya
kuasa untuk menaiki tangga bagian pertama saja. Konon, di bagian kedua,
puncaknya, pemandangan diatasnya sungguh menawan. Namun, daripada saya jatuh, kan
tidak lucu, makanya saya hanya memandang saja dari bawah, berharap someday will
visit this place again. Hehe. Setelah kaki sudah terasa agak pegal menuju kram,
kami pun turun dan keluar kompleks. Apa yang kami lihat setelahnya? Traditional
market again at all. Shopping time was never ending. The power of bargaining
pun kami lancarkan. Namun, tak dinyana, harganya sok-sokan dinaikkan dan tak
mau turun. Mungkin ini adalah efek dari banyaknya turis Barat yang mengunjungi
Wat Arun sehingga kesempatan emas bagi para pedagang untuk mendapatkan untung
setinggi-tingginya. Kami meninggalkan Wat Arun, menyebrang kembali pier dan
mencari makan siang. Kami mencoba Pad Thai seharga 60 Baht, yaitu mie goreng
ala Thailand. Beda dengan mie goreng Indonesia, Pad Thai ini menggunakan bumbu
pecel sebagai penyedapnya dan tekstur mie-nya tidak sekenyal mie di Indonesia.
Yang jelas sih, dalam segi rasa, mie goreng Indonesia tetap juara. Makan siang
kami ditutup dengan buah mangga dingin yang dijual di gerobak-gerobak. Rasa
mangganya manis dan gerobaknya bersih, plus murah pula hanya 20 Baht saja! Ah I
love Thailand fruits at all!
|
Wat Arun in Chao Phraya River Viewpoint |
|
"Stairs to heaven" |
Kami
melanjutkan perjalanan menuju ke MBK yaitu Mah Bung Krong yang merupakan mall
sekelas ITC Mangga Dua di Bangkok. Karena kami tidak tahu transportasi umum
menuju ke MBK, kami pun bertanya ke beberapa orang. Sebagian besar tidak
mengerti bahasa inggris. Akhirnya, orang terakhir yang kami tanya adalah tukang
ojek. Walaupun dengan bahasa tarzan beliau menjelaskannya, namun kami mengerti
dan memutuskan untuk mengikuti arah yang dijelaskan oleh sang tukang ojek.
Pertama, kami harus berjalan ke arah gang (dalam bahasa Thailand, Gang = Soi)
lalu kami akan menemukan halte bus. Disana, kami harus menunggu bus nomor 48
jurusan MBK- Siam Road dengan tarif 14 Baht. Dan akhirnya berhasil, kami naik
bus yang kosong sehingga dapat tempat duduk. Busnya mirip busway, namun lebih
luas dan lebih dingin Acnya. Hehe. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 14.30,
maka saya pun harus menunaikan sholat di dalam bus. Penumpang lain pun
memperhatikan dengan aneh. Ya, sama seperti saya memperhatikan para jamaah
Buddha yang sedang bersembahyang dan meminta berkah dari kertas emas. Untukku
agamaku, untukmu agamamu. Just respect each other and life will show its
beautiful indeed. Satu jam kemudian, sampailah kami ke MBK. Setelah survey
harga, kami memutuskan untuk mencari berbagai souvenir dan kaos ke Pratunam
Market. Berbekal informasi bus yang harus kami naiki dari resepsionis MBK, maka
kami pun menunggu bus nomor 113 yang lewat Pratunam Market. Tarifnya lebih
murah lagi yaitu 11 Baht saja! Setengah jam perjalanan, kami diturunkan di
depan bangunan mall dekat Pratunam Market. Kami menemukan banyak sekali
pedagang kaki lima menjajakan dagangannya. Mulailah kami mencari kaos ala
Thailand untuk oleh-oleh. Satu pedagang menawarkan kisaran harga 75-85 Baht.
Bagaimana kami tidak tergiur dengan perbedaan harga hingga 20 Baht dari MBK?
Akhirnya, the power of bargaining and choosing the best things pun kami
lancarkan. Saya membeli 5 buah kaos aneka ukuran dari S hingga L size. Semuanya
hanya 370 Baht! Bayangkan apabila saya membeli kaos di MBK, 1 kaos dibanderol
dengan harga 99 Baht, 5 kaos 495 Baht. Gapnya adalah 125 Baht! Lumayan buat
membeli table-matches atau bros bentuk gajah *wink* Banyak sekali yang dapat
dibeli di Pratunam Market. Kalau saja saya tidak berpikir bagaimana membawa
semua barang ini hingga dipacking ke koper, maka saya akan lapar mata memborong
semuanya. Ah, wanita-wanita, matanya susah berpaling kalau sudah menemukan
barang murah hasil perjuangan tawar menawar. Hehe. Setelah puas (walaupun dalam
hati masih ingin berjibaku lagi =D) kami menyebrang ke Platinum Mall untuk
melihat baju dan aksesoris serta makan malam. Pertama, kami ke food court
memilih makanan yang paling menarik. Karena banyak diantaranya yang menjual
pork, maka saya dan rekan memutuskan untuk makan KFC seharga 59 Baht. Hot and
Spicy Chicken adalah pilihan kami. Rasanya? Hmmm..Thailand banget pokoknya!
Ayam goreng crispy dipadu dengan daun ketumbar, basil, dan wijen. Gurih, pedas,
asam, dan wangi rempah. Empat kata untuk KFC ala Thailand ini. Sepertinya cukup
sekali saya makan KFC ini. Kurang matching sih menurut saya. But it’s okay for
new culinary experience. Setelah makan dan jalan-jalan, kami pun pulang dengan
pilihan naik taksi hingga hotel. Tadinya, kami ingin mencoba naik BTS dekat
Platinum Mall, namun karena jarak yang lumayan jauh dan hari sudah gelap,
akhirnya pilihan terakhir kami adalah taksi pink ala Thailand. 300 Baht pun
ditawarkan oleh supir taksinya mengingat jarak hotel diluar Bangkok sehingga
argometernya tidak mencukupi. Ya, okaylah. Not bad. Supir taksinya pun lumayan
bisa berbahasa inggris dengan logat Thailand seperti biasa sehingga telinga
harus dipasang baik-baik agar tidak salah paham. Satu jam perjalanan kami
lalui, pukul 21.30, kami sampai di hotel. Badan sudah agak pegal dan kaki
sedikit kram. Sleeping very tight was the best choice of us. Banyak pengalaman
yang telah kami dapatkan hari ini dari mulai pengalaman berinteraksi dengan
masyarakat asli Thailand, pengalaman naik bus umum, hingga pengalaman menawar
harga hingga semurah mungkin, dan kami menutup hari Rabu ini dengan indah.
Mendapat pengalaman, foto keren, sekaligus barang souvenir murah. Thank you
people, all of you made our day so colorful. Being a backpacker is the best for
me, to broaden all of information, captured some experiences, and push my minds
to think out of box yet more creative.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do you think, guys?