**Ditulis berdasarkan pengalaman dan opini pribadi
penulis
Minggu
ketiga Bulan Agustus 2016, media dihebohkan dengan berita tentang dwikewarganegaraan
yang melanda mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Archandra
Tahar, dan Paskibraka Nasional 2016, Gloria Natapradja Hamel. Kedua sosok
tersebut disinyalir memiliki dwikewarganegaraan. Archandra diketahui memiliki
paspor Amerika Serikat karena beliau sudah lebih dari 20 tahun bekerja di sana
dan Gloria yang juga memiliki paspor Prancis karena ayahnya adalah WNA Prancis.
Isu ini menjadi ramai lantaran seleksi administrasi di awal yang sangat tidak
teliti. Dalam kacamata peraturan yang kaku, mengapa malah pelaksanaannya sangat
cair sehingga menimbulkan masalah di akhir? Sayangnya, pertanyaan tersebut
belum saya dapatkan jawabannya (atau malah saya yang kurang update?). Dan sayangnya juga, saya tidak
akan membahasnya di sini =D. Itu tadi sebagai pembuka tulisan saya yang, menurut
saya, ada hubungannya dengan peraturan yang terlihat demikian kaku.
Cerita
saya berawal dari rasa penasaran saya untuk mencoba bioskop yang, katanya, baru
di Bogor, yaitu Cinemaxx. Sebenarnya, saya sudah beberapa kali menonton film di
Cinemaxx Jakarta dan saya puas dengan servis yang diberikan. Oleh karena itu,
saya ingin tahu, seberapa standar servis bioskop Cinemaxx ini?
Bioskop Cinemaxx Bogor terletak di
Lippo Plaza Mall atau lebih dikenal dengan nama Ekalokasari Mall, yang
merupakan salah satu mall megah di Bogor. Pada tahun 2000-an, tepatnya saat
saya masih SMA, Ekalokasari Mall adalah mall kalangan menengah ke atas karena
eksistensi merk-merk ternama dengan harga di atas rata-rata. Namun, seiring perkembangan
zaman, Ekalokasari Mall pun kalah saing dengan Botani Square. Mungkin karena
letaknya yang cukup jauh dari pusat kota. Nah, di akhir tahun 2015, Ekalokasari
Mall mengalami renovasi dan berganti nama menjadi Lippo Plaza Mall. Pembaharuan
nama pun menyumbang kontribusi pada kehadiran Cinemaxx pertama di Bogor.
Pertama masuk ke Lippo Plaza Mall,
terdapat tulisan promosi Cinemaxx. Standar sih, semacam Cinemaxx hadir di
Lantai Mezanine hingga informasi teknologi yang dihadirkan. Kemudian saya
bingung, dimanakah Lantai Mezanine itu berada? Kebetulan saat itu, saya tidak
menemui sekuriti yang seharusnya bertugas. Maka, saya pun mencari tahu sendiri
melalui informasi dalam lift. Ternyata, Lantai Mezanine terletak di lantai 3 +
½ lantai berikutnya ditempuh dengan eskalator. Ya, pengetahuan barulah buat
saya yang kebetulan bukan anak gaul mall, hehe. Alangkah lebih baiknya bila
pihak mall memasang informasi tambahan bahwa Mezanine berada di Lantai 3 + ½
sehingga pengunjung seperti saya ini tidak kebingungan.
Dan..Cinemaxx, I am coming! Saya girang karena tak sabar menikmati suguhan Suicide
Squad, film pilihan saya, dalam layar yang sedikit lebih lebar dari XXI, 3D,
serta mengusung teknologi Dolby Atmos untuk sound
system-nya. Harga yang ditawarkan pun sama dengan Cinemaxx Jakarta, yaitu
Rp. 35.000 untuk 3D dan Rp. 30.000 untuk regular/2D pada hari Senin-Jumat
sedangkan Sabtu-Minggu harganya ditambah Rp. 20.000 baik untuk 3D maupun
reguler. Saya memilih Hari Selasa untuk menonton karena saya pikir pada hari kerja
tidak akan seramai akhir pekan serta harganya pun lebih murah. Jadwalnya pun
saya pilih yang paling awal, yaitu pukul 14.15 WIB. Namun, perkiraan saya
ternyata salah. Tiga perempat kursi diisi oleh para siswa SMP-SMA. Dalam hati
saya pun membatin, mungkin standar uang jajan mereka lima sampai sepuluh kali
lipat lebih besar daripada zaman saya. Kalau tidak, bisa tekor deh, hehe.
Pukul 14.00 WIB saya sudah siap di
depan Teater 1 untuk dipanggil masuk ke dalam bioskop. Lima menit, sepuluh
menit, hingga lima belas menit tidak ada pengumuman. Ruang tunggu yang sangat
minim, karena berbentuk lorong panjang dengan lebar hanya muat 1 kursi dan 1
orang lalu lalang di depan kursi tersebut, menjadi sangat sesak oleh penonton.
Waktu sudah menunjukkan pukul 14.17 WIB namun tidak ada tanda-tanda petugas
bioskop. Barulah kira-kira pukul 14. 20 WIB, penonton dipersilakan masuk dengan
antri satu jalur untuk mengambil kacamata 3D. Saya pun komplain kepada
petugasnya tentang terlambatnya jadwal bioskop yang tidak profesional.
Mas-mas-nya pun berdalih karena belum ada pengumuman dari petugas yang
mengurusi film. Hmm.
Hal unik lainnya adalah ketika akan
masuk teater, ada satu sekuriti yang bertugas menyita barang-barang seperti
makanan dan minuman baik yang dibeli dari booth
snack bioskop maupun dari luar. Ada satu troli penuh berisi popcorn kemasan
besar, minuman dingin, botol minum, dan lain sebagainya. Bisa dibayangkan kalau
kita membeli popcorn masih hangat untuk dikonsumsi saat menonton film, eh
ternyata di sita. Saya rasa, saat filmnya sudah selesai, keinginan untuk makan
popcorn, yang sudah dingin, selesai juga. Sebagai konsumen, rugi donk! =D Lalu,
sekuriti menambahkan bahwa kamera tidak boleh di bawa masuk ke dalam teater
sambil memeriksa tas yang diminta untuk dibuka dengan senter. Saya yang saat
itu ada agenda untuk hunting foto
setelah selesai menonton, menjadi korbannya. Sang sekuriti bilang bahwa
kameranya harus dititipkan. Saya tanya kenapa, ya karena khawatir saya merekam
adegan film. Loh, ini kan 3D? Ya, sudah peraturan. Hmm. Aneh. Saat itu
kebetulan saya tidak membawa tas kamera dan saya tidak mau menitipkan kamera
dalam kondisi ‘telanjang’. Sekuriti bilang, ya sudah baterenya saja dititipkan.
Saya tanya, apa jaminannya? Nanti diambil di sekuriti, begitu jawaban yang
tidak menjawab. Tidak ada bukti tanda terima atau loker yang dapat saya gunakan
agar saya nyaman dan merasa aman. Daripada saya telat menonton, maka saya
serahkan juga batere saya sambil berkata kalau ada apa-apa dengan batere saya,
sekuriti harus tanggung jawab. Lalu, 2 jam pun berjalan dengan manis
menyaksikan Deadpool yang sentimentil, Flag yang good-looking-man, Diablo yang cool,
dan June yang terlalu lugu untuk seorang arkeolog. Untung filmnya lumayan
oke, kalau tidak ya jangan salahkan saya kalau tiba-tiba berubah jadi
Enchantrees. Hihi.
Mood sudah baik, saya datangi sang
sekuriti. Untuk alasan privacy, saya samarkan menjadi XYZ. Beliau memberikan batere saya sambil berkata silakan
dicoba. Yes, pastinya. Memang, kondisinya sepertinya baik-baik saja, terlihat
dari batere yang masih penuh dan tidak ada masalah saat saya coba ambil foto.
Sekuriti pun bertanya bagaimana kondisinya. Saya jawab baik, namun ada beberapa
saran untuk manajemen Cinemaxx Bogor, yaitu : 1). Memasang pengumuman di depan
pintu masuk atau ada sekuriti yang berjaga untuk menginformasikan peraturan
untuk tidak membawa makanan dan minuman ke dalam bioskop serta tidak boleh
membawa kamera (walau masih rancu tentang definisi kamera) ; 2). Kalau kamera
(misal : DSLR, mirrorless, pocket camera, dll) saja yang tidak boleh, kamera
ponsel yang spesifikasinya lebih tinggi, kenapa boleh dibawa masuk ke dalam
teater? ; 3). Mengapa aturan penitipan kamera berlaku juga untuk film 3D? Hal ini membuat saya bingung karena menurut
saya, hasil rekaman film 3D tidak dapat ditonton dengan nyaman tanpa kacamata
3D. Itu pun kalau saya ada niat merekam. Nyatanya kan tidak. Sang sekuriti
mencoba membela diri. Wajar sih. Tapi, segera saya cegah karena akan berekor
panjang dan itu bukan tujuan saya. Maka, saya tegaskan bahwa silakan menyampaikan
keluhan pelanggan ini kepada atasannya untuk diteruskan kepada pihak manajemen.
Tujuan saya adalah agar standar servis Cinemaxx Bogor sama dengan pusatnya,
yang asumsi saya di Jakarta, karena selama saya menonton di Cinemaxx Jakarta,
walau saya membawa kamera, minuman, serta popcorn
dari booth snack Cinemaxx, namun
tidak ada pengecekan tas apalagi penyitaan.
Berkaca dari pengalaman tersebut,
saya kira inti dari pemasalahan tersebut sama dengan kasus Archandra dan Gloria,
yaitu peraturan yang terlihat demikian kaku namun tidak didukung dengan
konsistensi dalam implementasi. Seharusnya, walau cabang baru, Cinemaxx sudah
menerapkan standar servis yang terbaik bagi para pelanggannya sehingga tidak
ada lagi keterlambatan jadwal film atau kurang profesionalnya servis sekuriti
dan petugas saat pelanggan menitipkan barang berharga semacam kamera. Mungkin,
ke depannya, Cinemaxx bisa mengevaluasi peraturan yang berlaku agar lebih logis
dan ramah pelanggan, seperti meminjamkan loker untuk menyimpan kamera, misalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
what do you think, guys?